Makalah: Fenomena Sekolah Unggul Dan Sekolah Mahal
Minggu, Oktober 30, 2016
Add Comment
Fenomena Sekolah Unggul Dan Sekolah Mahal
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pada zaman sekarang,
banyak sekolah mempunyai sikap percaya diri yang berlebihan dengan berbagai
ilusi konsep - konsep sekolah unggulan, sekolah pemimpin masa depan, atau lebih
parah lagi pendidikan unggul. Birokrat-birokrat di lembaga - lembaga
pengajaran formal itu merasa mampu melakukan segalanya asal di bayar. Itu
sebabnya sekolah - sekolah dikatakan terbaik, tetapi sebenarnya tidak jelas
bedanya dengan termahal. Dengan demikian lembaga pengajaran formal itu
melembagakan ajaran sesat bahwa pendidikan yang baik adalah lembaga yang mahal.
Mahal sama dengan bermutu, bahkan jika uang sekolahnya murah artinya buruk atau
tidak bermutu. Paradigma semacam ini dipertegas oleh perusahaan yang dipimpin
oleh orang yang sama sekali tidak mengerti makna pengajaran dan pendidikan
sejati kecuali sekedar mencari atau membeli ketrampilan dan kepribadian para
sarjana dari sekolah - sekolah mahal.
B.Rumusan
Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan
pendidikan?
2.Jelaskan
pengertian sekolah Mahal?
3.Jelaskan
pengertian sekolah Unggul?
C.Tujuan
1.Agar mahasiswa dapat lebih mengetahui
tentang definisi fenomena Sekolah Mahal dan Sekolah Unggul.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Pendidikan
Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan
Nasional Indonesia, 1889 - 1959) menjelaskan tentang pengertian pendidikan
yaitu: Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (
karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras
dengan alam dan masyarakatnya. John Dewey, mengemukakan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembaharuan
makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau
pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan
dilembagakan untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan
pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana
dia hidup.
Ibnu Muqaffa (salah seorang tokoh
bangsa Arab yang hidup tahun 106 H- 143 H, pengarang Kitab Kalilah dan Daminah)
mengatakan bahwa : Pendidikan itu ialah yang kita butuhkan untuk mendapatkan
sesuatu yang akan menguatkan semua indera kita seperti makanan dan minuman,
dengan yang lebih kita butuhkan untuk mencapai peradaban yang tinggi yang merupakan
santaan akal dan rohani. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, 1991:232, tentang
Pengertian Pendidikan , yang berasal dari kata "didik", Lalu kata ini
mendapat awalan kata "me" sehingga menjadi "mendidik"
artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan
diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Dari beberapa Pengertian Pendidikan diatas dapat disimpulkan mengenai
Pendidikan, bahwa Pendidikan merupakan Bimbingan atau pertolongan yang diberikan
oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan
tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan
bantuan orang lain.[1]
B.Fenomena Sekolah Mahal
Laju pertumbuhan ekonomi
yang relatif tinggi, bahkan oleh Bank Dunia disebut ajaib, di negara kita
ternyata berdampak secara positif terhadap munculnya sekolah-sekolah yang
berfasilitas memadai. Kalau
kita perhatikan dalam beberapa tahun yang terakhir ini telah muncul
sekolah-sekolah yang fasilitasnya sangat memadai. Fasilitas yang disediakan
oleh sekolah-sekolah tersebut terhitung sangat memadai untuk rata-rata sekolah
di Indonesia, misalnya saja bangunannya yang megah, ruang belajarnya yang sejuk
dan ber-AC, buku-buku perpustakaannya yang lengkap, sarana olahragan yang
memadai, guru yang profesional, suasana belajarnya yang akademis, dan
sebagainya.
Tentu hadirnya sekolah-sekolah yang
berfasilitas memadai tersebut layak mendapat sambutan karena sarana pendidikan
dan fasilitas belajar yang memadai dapat menumbuhkan suasana aka-demis yang
memadai pula yang pada akhirnya akan menghantarkan pencapaian prestasi belajar
siswa secara memuaskan. Secara fisik memang demikianlah seharusnya kita dalam
menyelenggarakan sekolah bagi putra-putra bangsa kita. Sekarang sudah tidak
jamannya lagi menyelenggarakan sekolah dengan bangunan yang tidak kokoh,
atapnya bocor, dindingnya berlubang, perpustakaannya tidak ada, fasilitas olahraganya
memprihatinkan, manajemennya seadanya, dan penguasaan ilmu gurunya sudah "out
of date".
Bahwa dalam realitanya sampai sekarang masih
banyak ditemui sekolah yang "tertinggal" hal itu justru menjadi
tantangan kita bersama untuk segera membenahinya.
Itulah sebabnya kalau kemudian ada kelompok
masyarakat yang mau dan mampu membangun sekolah-sekolah baru dengan fasilitas
yang memadai pasti disambut gembira oleh masyarakat. Kiranya amat wajar dan
bisa kita mengerti bahwa sekolah-sekolah tersebut memer-lukan biaya tinggi
untuk operasionalnya. Tingginya biaya operasional ini tidak membawa
permasalahan bagi kita,permasalahan itu baru muncul ketika sampai pada soal
siapa yang harus memikul beaya operasional yang tinggi itu.
Dari nama-nama sekolah
tersebut ternyata masing-masing punya kebijakan yang berbeda-beda dalam
memecahkan masalah tingginya beaya operasional. Muncullah kemudian istilah
"sekolah mahal",yaitu sekolah-sekolah yang siswa atau orang tuanya
harus membayar mahal untuk menutup biaya operasional yang tinggi itu .Mahalnya
biaya yang harus dipikul oleh siswa atau orang tuanya tersebut menyebabkan
tidak semua orang tua mampu menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah itu.
Sekolah-sekolah mahal tersebut akhirnya hanya dapat dimasuki oleh kelompok
masyarakat berekonomi tinggi, sehingga ada yang menyebut sekolah mahal sebagai
sekolah eksklusif. Memang eksklusif bila dilihat dari asal siswanya, meskipun
terkadang tidak eksklusif bila dilihat dari sistem pendidikannya. Hadirnya
sekolah-sekolah mahal tersebut ternyata mengundang berbagai respon masyarakat,
dari respon yang positif sampai respon yang negatif. Sekolah-sekolah mahal
tersebut bisa membendung anak-anak kita yang akan belajar ke luar negeri,
bahkan dalam beberapa tahun ke depan dapat "menarik" anak-anak manca
negara untuk belajar ke negara kita dalam skala nasional tentu hal ini merupakan
investasi. Sebaliknya ada juga pihak-pihak yang merespon negatif dengan
menyatakan "keberatan" menyangkut aspek sosialisasi lulusannya. Bila
siswanya saja eksklusif lalu bagaimana sosialisasinya nanti, kemudian bagaimana
pula kalau mereka menjadi pemimpin bangsa kelak.
Laju pertumbuhan ekonomi yang belum diikuti
dengan efektifnya pemerataan telah menimbulkan garis-garis segmentatif antar
kelompok ekonomi, dari kelompok ekonomi
tinggi, menengah, rendah, sampai sangat rendah. Hadirnya sekolah mahal tidak
bisa memenuhi keinginan masyarakat kelompok ekonomi tinggi meskipun bukan
berarti kelompok masyarakat lainnya tidak ingin mendapatkan pelayanan dari
sekolah yang berfasilitas memadai. Kalau memang sekolah mahal ini dapat
memberikan pelayanan pendidikan yang sekualitas pendidikan di luar negeri,
tentu saja yang bermutu, apa salahnya mereka menyekolahkan putra-putrinya tidak
di luar negeri cukup di Indonesia saja.
Sekolah-sekolah mahal tersebut apabila
kualitasnya benar-benar kompetitif pasti dapat "menarik" siswa dari
luar negeri, bukankah ini merupakan investasi. Sudah barang tentu terminologi
investasi di sini tidak dimaksudkan untuk mengurangi dan mengaburkan fungsi
sosial lembaga pendidikan sebagaimana yang diatur di dalam UU No.2/1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
Secara empirik
sekolah-sekolah di luar negeri yang dapat "menarik" siswa asing pada
umumnya juga memungut beaya mahal. Sebagai misal di Melbourne,Victoria,
Australia setidak-tidaknya ada dua seko-lah yang bonafide; yaitu Methodist
Ladies College (MLC) dan The Westbourne School (WS).
Untuk menjadi siswa MLC, primary atau secondary,
setiap tahunnya harus menyediakan dana paling tidak A$ 10.000 atau sekitar 16,5
juta rupiah. Meski demikian sekolah ini tetap "laris" karena terbukti
banyak orang tua yang berminat; sekarang ada 2.800-an siswa MLC. Kondisi WS
juga sama dengan MLC. Sekolah-sekolah serupa di negara lain demikian pula
keadaannya; misalnya saja Sri Kuning dan KTJ di
Kuala Lumpur Malaysia, Showa Woman School di Tokyo Jepang, Hsin
Shing Technical and Commercial High School (HSTCHS) di Taoyuan Taiwan,
dan sebagainya. Tetapi bagaimana dengan konsep horizontalitas pendidikan yang
dipesankan Bapak Pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara? Dalam hal ini Ki Hadjar
menyatakan bahwa sekolah itu merupakan pengabdian untuk rakyat banyak sehingga
pelayanan untuk rakyat banyak harus didahulukan tanpa dengan mengorbankan
kualitas.
Kalau saja sekolah-sekolah mahal tersebut dapat
mengalokasikan 10%-25% kursi belajarnya dengan biaya murah bagi putra-putra
kita yang berasal dari kelompok masyarakat berekonomi menengah dan rendah
kiranya akan berkuranglah polemik tentang kehadiran sekolah-sekolah mahal
tersebut. Lebih dari pada itu konsep horizontalitas pendidikan tersebut juga
lebih bisa direalisasi tanpa harus mengorbankan mutu. Sistem pengalokasian ini
kiranya juga bisa mengeliminasi, atau setidaknya bisa mengurangi kekhawatiran atas aspek
sosialisasi para lulusannya nanti. [2]
C.Fenomena
Sekolah Unggulan.
Kelahiran sekolah unggulan pada dasarnya tidak
terlepas dari upaya peningkatan dan pengembangan kualitas SDM, terutama
menyongsong pembangunan jangka panjang II dan diresmikannya program wajib
belajar 9 tahun. Salah satu tujuannya adalah menjaring sekaligus mengembangkan
kader bangsa yang baik dalam artian memiliki kelebihan dari berbagai aspek
dibandingkan dengan kader – kader bangsa pada umumnya sehingga ia mampu
mengantisipasi dan menjawab berbagai tantangan zaman.
Namun, Sekolah unggulan ini perlu dicermati kembali, karena ada yang kurang kata unggul menyiratkan super otoritas atas sekolah yang lain, sekaligus menunjukkan kesombongan intelektual yang sengaja ditanamkan lingkungan sekolah atas sekolah yang lain. Dalam konsep sekolah unggulan yang ada sekarang diterapkan sekedar untuk menciptakan prestasi siswa, dirancang kurikulum yang sarat muatan , diajar guru – guru yang berkualitas, dengan sarana yang bagus, tapi biayanya sangat mahal. Padahal sekolah unggulan yang sebenarnya, dapat dicapai dengan seluruh sumber daya sekolah dimanfaatkan secara optimal. Mulai dari tenaga administrasi, pengembangan kurikulum, tenaga pendidikan, termasuk masyarakat harus dilibatkan secara berdaya guna, karena sumberdaya itu akan dapat menciptakan iklim dan kultur yang mampu membentuk keunggulan sekolah.
1.Tipe – Tipe dan Definisi Sekolah Unggulan.
Untuk mengetahui akan definisi dari sekolah
unggulan, sebaiknya kita mengetahui akan konsep tentang sekolah unggulan.
a.Tipe Pertama
Yaitu dimana sekolah
menerima dan menyeleksi secara ketat siswa yang masuk dengan kriteria prestasi
akademik yang tinggi, meskipun proses belajar dan mengajar tidak terlalu luar
biasa bahkan cenderung ortodok, namun dipastikan karena input yang unggul maka
output yang hasilkan juga unggul.
b.Tipe Kedua
Yaitu sekolah yang
menawarkan fasilitas yang serba mewah, yang ditebus dengan SPP yang sangat
tinggi, otomatis prestasi akademik yang tinggi bukan menjadi acuan input untuk
diterima di sekolah ini, namun sekolah ini biasanya mengandalkan beberapa jurus
pola pelajar dengan membawa pendekatan teori tertentu sebagai daya tariknya,
sehingga output yang dihasilkan dapat sesuai dengan yang dijanjikan.
c.Tipe Ketiga
Yaitu sekolah yang menekankan pada iklim
belajar yang positif di lingkungan sekolah. Menerima dan mampu memproyek siswa
yang masuk sekolah tersebut dengan prestasi rendah menjadi lulusan yang bermutu
tinggi .
Jadi dengan kata lain sekolah unggulan adalah sekolah yang mampu membawa setiap siswa mencapai kemampuannya secara terukur dan mampu ditunjukkan prestasinya sekaligus potensi psikis, etika, moral, religius , emosi, spirit, kreatifitas serta intelegensinya.
Akan tetapi realita yang terjadi sekolah unggulan itu tidak otomatis mencerminkan realitas empirisnya sebagai sekolah yang unggul, sebab antara unggulan dan unggul itu merupakan dua hal yang berbeda. Artinya sebutan itu dapat menyesatkan warga masyarakat yang tidak kritis. Masyarakat akan memasuki sekolah unggulan itu dengan maksud untuk mencapai kualitas yang maksimal, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Memang betul ada sekolah unggulan yang unggul, tapi tidak semua sekolah unggulan adalah sekolah unggul. Wajar bila kemudian sekolah – sekolah yang masuk kategori sekolah unggulan, tidak secara otomatis ke dalam daftar sekolah unggul berdasarkan pencapaian nilai akhir ujian nya .
2.Dimensi
Keunggulan.
Dimensi keunggulan dalam
sekolah paling tidak meliputi hal – hal sebagai berikut:
a.Para calon siswa yang akan memasuki sekolah yang bersangkutan diseleksi secara ketat yang menggunakan kriteria tertentu dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan . Kreteria umum yang dipakai adalah prestasi belajar superior dan skor psikotes.
a.Para calon siswa yang akan memasuki sekolah yang bersangkutan diseleksi secara ketat yang menggunakan kriteria tertentu dan prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan . Kreteria umum yang dipakai adalah prestasi belajar superior dan skor psikotes.
b.Sarana dan prasarana
diarahkan untuk menunjang secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan belajar
siswa serta penyaluran bakat dan minatnya, baik dalam kegiatan kurikulum maupun
ekstra kurikulum. Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung
secara langsung terhadap kelancaran proses belajar mengajar misal media
pembelajaran dan alat - alat pelajaran, sedang prasarana adalah segala sesuatu
yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran,
misal penerangan sekolah, kamar kecil dan lain – lain
c.Lingkungan belajar yang
kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan yang riil,
baik lingkungan dalam arti fisik maupun sosial psikologis
d.Guru
yang kreatif dan profesional, serta unggul baik dalam bidang penguasaan materi
maupun metode pembelajaran. Guru kreatif mengandung pengertian ganda yaitu guru
yang secara kreatif mampu menggunakan pelbagai pendekatan dalam proses
pembelajaran dan membimbing peserta didik dan guru yang senang melakukan
kegiatan- kegiatan kreatif dalam hidupnya . Untuk mendapatkan guru yang kreatif
dan profesional perlu diadakannya kegiatan - kegiatan yang berupaya
meningkatkan skill dan profesionalisme guru .
e.Kurikulum
yang jelas, Kontek ini tetap berpegang pada kUrikulum Nasional yang standar,
namun dilakukan semacam modifikasi secara maksimal sesuai dengan tuntutan
belajar peserta didik. Misalnya dengan menerapkan kurikulum teknologi yang
menekankan pad efektifitas program metode dan material untuk mencapai suatu
manfaat dan keberhasilan. Teknologi mempengaruhi kurikulum dalam dua cara yaitu
aplikasi dan teori. Aplikasi teknologi merupakan suatu rencana penggunaan
beragam alat dan media, atau tahapan basis intruksi, sebagai teori teknologi
digunakan alam pengembangan evaluasi material kurikulum dan instruksional .
f.Rentang
waktu belajar di sekolah lebih panjang atau lebih lama dibandingkan dengan
sekolah - sekolah umum lainnya. Hal ini salah satunya bertujuan untuk
mengantisipasi kekurangan jam pelajaran agama di sekolah - sekolah umum .
g.Partisipasi orang tua
atau masyarakat yang aktif dalam kegiatan sekolah, kontribusi orang tua dalam
kegiatan sekolah misalnya di libatkannya orang tua dalam penyusunan kurikulum
sekolah, sehingga orangtua memiliki tanggung jawab yang sama di rumah dalam
mendidik anak sesuai tujuan yang telah dirumuskan, sehingga terjadi
sinkronisasi antar pola pendidikan di sekolah dengan pola pendidikan di rumah,
selain itu orang tua diberi kesempatan untuk bersama sama menganalisa seluruh
infrastruktur yang ada di sekolah baik menyangkut SDM, sarana prasarana, sistem
informasi dan semua yang dianggap punya keterkaitanh.Jaringan
organisasi yang solid , baik organisasi guru atau orangtua. Hal ini dapat
menambah wawasan dan kemampuan tiap anggotanya untuk belajar dan terus
berkembang, serta perlu pula dialog antar organisasi tersebut, misalnya forum
orangtua murid dengan guru dalam menjelaskan harapan dari guru dan kenyataan
yang dialami guru dalam kelas.
i.Proses
belajar dan mengajar yang berkualitas , serta hasilnya selalu dapat
dipertanggungjawabkan kepada siswa, lembaga dan masyarakat.
c. Kelemahan - Kelemahan Sekolah unggulan.
Kalau kita cermati bersama secara mendalam,
banyak sekolah unggulan yang secara pedagogis menyesatkan, bahkan merugikan
bagi pendidikan. Adapun diantara kelemahan dari sekolah unggulan yaitu :
1).Sekolah
Unggulan hanya mengandalkan legitimasi pemerintah dan bukan inisiatif
masyarakat, sehingga penetapan sekolah unggulan cenderung bermuatan politik,
daripada edukatif. Kadang ujung ujungnya juga uang, kalau sekolah unggulan
didasarkan pad pengakuan masyarakat, pemerintah tidak perlu mengucurkan biaya
besar, biar masyarakat yang memikirkan biaya itu.
2).Sekolah
hanya melayani golongan kaya, sementara golongan miskin masih terpinggirkan
meski prestasi akademiknya bagus. Untuk mengikuti kelas unggulan, selain
memiliki kemampuan akademis anak didik harus membayar puluhan juta rupiah,
sehingga penyelenggaraan sekolah unggulan sering kali bertentangan dengan
prinsip Equity, yakni terbukanya akses dan kesempatan yang sama bagi siswa
untuk memperoleh pendidikan di semua jenjang, jenis dan tingkatan.
3).Profil sekolah unggulan
hanya dilihat dari karakteristik prestasi yang berupa NEM tinggi, bisa dibayar
mahal, tenaga pendidik baik, sarana lengkap, dana sekolah besar dan kegiatan
belajar mengajar berikut pengelolaannya bagus, diproses di tempat bagus dengan
cara bagus hingga outputnya bagus, seharusnya yang di kategori sekolah unggulan
adalah anak didik dari warga miskin tapi proses di sekolah baik, dengan cara
baik, untuk itu perlu redefinisi dan reorientasi sekolah unggulan.[3]
DAFTAR PUSTAKA
Sidarta, Made. 2004. Manajemen Pendidikan
Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Raflis Kosasi, (1999), Profesi Keguruan, Jakarta : PT
Rineka Cipta
Abu Ahmad, (2001), Ilmu Pendidikan, Jakarta : PT Rineka
Cipta
[1]Made Sidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia(Jakarta:PT Rineka Cipta,2004)
[2]Abu Ahmad,Ilmu Pendidikan (Jakarta:PT Rineka Cipta,2001)
0 Response to "Makalah: Fenomena Sekolah Unggul Dan Sekolah Mahal"
Posting Komentar