Makalah: Kultur Masyarakat Dalam Pendidikan
Sabtu, Oktober 29, 2016
Add Comment
Kultur
Masyarakat Dalam Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Mencerdaskan kehidupan
bangsa adalah konsep budaya, yaitu menginternalisasikan nilai-nilai sebagai
bangsa yang berkarakter, mempunyai jati diri, watak sebagai bangsa yang
bermartabat ,berdaulat, mandiri, tangguh, mencintai sesama, mampu menjadi tuan
di tanah air sendiri, merasa berdiri sejajar dengan bangsa lain dan mampu mendesain masa depannya sendiri
tanpa menggantungkan nasibnya pada bangsa lain. Oleh
karena itu, kurikulum sebagai operasionalisasi dari hakikat, fungsi dan tujuan
pendidikan pendidikan nasional tidak hanya harus mampu berperan untuk transfer
pengetahuan (Knoweledge transfer), teapi juga harus mampu berperan dalam
membentuk karakter peserta didik menjadi manusia Indonesia (Nation and
Character Building) dalam penyelenggaraan pendidikan diseluruh Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Kita
seringkali mendengar bahwa anak-anak Indonesia mampu menjuarai berbagai
kompetisi ilmu pengetahuan pada tingkat Internasional yang membuat perasaan
kagum dan bangga, tetapi disisi lain, seringkali masih terjadi perkelahian
antar pelajar, “bekerjasama dalam kecurangan” untuk menghadpi ujian, tidak
merasa mencintai bangsanya dengan merusak atau mengotori fasilitas umum, merasa
minder atau rendah diri dan cenderung untuk untuk mengagungkan bahkan meniru
nilai-nilai budaya asing tanpa mengetahui dan mengenal budaya Indonesia yang
kaya akan nilai-nilai luhur. Sehingga terkadang mendistorsi rasa kebangsaan
sebagai akibat dari kelengahan budaya dalam Sistem Pendidikan Nasional
Indonesia untuk membangun rasa ke Indonesiaan dalam bingkai pendidikan
kebangsaan dan karakter bangsa (Nation and Character Building) dalam dunia
pendidikan di Negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam Sistem Pendidikan
Nasional harus dipahami esensinya bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan.
Karena berkaitan dengan fungsinya dalam membangun rasa ke Indonesiaan dimana
kebudayaan nasional (seluruh kebudayaan yang tersebar di Indonesia beserta
nilai-nilai luhur yang ada didalamnya) harus berdaulat, dengan menjadi materi
yang disosialisasikan dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
Pendidikan
merupakan jalan utama dalam proses internalisasi dan sosialisasi kebudayaan,
oleh karena itu nilai kebudayaan pada tiap daerah yang kaya makna dalam bentuk
cerita rakyat, bahasa, unkapan, pantun, kesenian,upacara adat yang didalamnya
berisi nilai-nilai yang mengajarkan tentang kerukunan, kebersamaan dan kearifan
hubungan antara manusia dalam mengelola alamnya harus dikemas dan disajikan
dalm kegiatan belajar mengajar ditiap sekolah yang ada diseluruh Indonesia. Maka
dari itu, dalam makalah ini kami akan menjelaskan tentang hubungan erat antara
kultur masyarakat dengan pendidikan di Indonesia.
B.Rumusan
Masalah
1.Apa
pengertian Kultur Masyarakat?
2.Apa yang
dimaksud Kultur dalam Pendidikan?
3.Apa
hubungan Kultur masyarakat dengan pendidikan?
C.Tujuan
1.Agar
mahasiswa dapat memahami hubungan antara kultur masyarakat dalam pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Kultur Masyarakat
1.Pengertian
Kultur
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture,
yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
2.Pengertian Masyarakat
Hidup
dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang disekitar dan demikian
mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain.
Beberapa
pengertian yang diberikan oleh beberapa pakar sosiologi mengenai masyarakat
antara lain:
a.Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan selalu berubah. (Mac Iver dan Page)
b.Masyarakat adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk manusia yang terikat
oleh suatu sistem adat-istiadat tertentu. (Koentjaraningrat)
c.Masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaan. (Selo Soemardjan dan Soelaiman)
Jadi
dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah suatu kesatuan hidup manusia dalam
suatu kelompok yang memiliki suatu sistem adat-istiadat, kebiasaan, norma-norma
yang dapat menghasilkan suatu kebudayaan.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa
segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
B.Kultur dalam pendidikan
Secara historis-religius bahwa pendidikan terjadi lebih
dahulu dari kebudayan. Dari sisi lain kemudian disebutkan bahwa pendidikan
merupakan bagian dari kebudayaan, dan pendidikan tidak lepas dari kebudayaan. Keduanya merupakan gejala
dan faktor pelengkap dan penting dalam kehidupan manusia.Sebab manusia sebagai
makhluk alam, juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berfikir
(human rational).
Pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam
kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di
dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Pendidikan telah ada
sepanjang peradaban manusia. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia
melestarikan hidupnya. Tiada kehidupan masyarakat tanapa adanya kegiatan
pendidikan.
Meskipun pendidikan merupakan gejala umum dalam setiap
kehidupan masyarakat, namun terlihat adanya perbedaan praktek kegiatan
pendidiksn dalam masyarakat masing-masing, yang disebabkan oleh adanya
falsafah/pandangan hidupnya. Sebagai contoh, praktek pandidikan yang dilakukan
masyarakat zaman pertengahan sangat mementingkan norma kehidupan keagamaan,
sedang masyarakat zaman Renaissance lebih mementingkan nilai-nilai kehidupan
duniawi.
Pendidikan di Indonesia pada zaman penjajahan kolonial
belanda juga menampakkan perbedanya dsalam praktek pendidikan oleh pemerintahan
Hindia Belanda dengan praktek pendidikan Indonesia. Pendidikan Hindia Belanda
menciptakan strata-strata masyarakat agar dapat menjadi ajang politik “adu domba
dan pecah belah”, sedangkan praktek pendidikan Indonesia seperti Taman Siswa
berdasarkan asas kebangsaan dan pendidikan pondok-pondok pesantren berdasarkan
agama Islam, dan sebagainya.
Kini praktek pendidikan zaman Indonessia merdeka yang
berdasarkan falsafah dan asas pancasila, harus dilaksanakan dalam dalam
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Setiap pendidik wajib mewujudkan
falsafah Pancasila dalam segala kegiatan pendidikan, menuju terwujudnya
masyarakat yang sejahtera berdasarkan Pancasila.
Agar kebudayaan bangsa tidak hilang/pudar dari diri
anak/siswa, guru perlu menumbuhkan kemampuan untuk memahami dan mengamalkan
nilai budaya daerah yang luhur dan beradab serta menyerap nilai budaya asing
yang positif untuk memperkaya budaya bangsa. Selain itu guru perlu menumbuhkan
rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya. Agar rasa cinta dan bangga
terhadap kebudayaannya tidak menjadi berlebihan seperti tidak menyukai
kebudayaan orang lain atau menghina kebudayaan orang lain, guru juga harus
mengajarkan dan memberitahu agar sikap feodal, sikap eksekutif, dan paham
kedaerahan yang sempit serta pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan
nilai budaya bangsa dihilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan
kesatuan baik di masyarakat maupun di
bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan
suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap serta pengaruh budaya
asing yang bertentangan dengan nilai budaya bangsa dilhilangkan karena ini akan
dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di masyarakat maupun di bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan
suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja keras. Disiplin,
sikap menghargai prestasi, berani bersaing, serta mampu menyesuaikan diri dan
kreatif. Selain itu perlu menumbuhkan budaya menghormati dan menghargai orang
yang lebih tua, budaya belajar, budaya ingin maju, dan budaya ilmu pengetahuan
dan teknologi serta perlu dikembangkan pranata sosial yang dapat mendukung
proses pemantapan budaya bangsa.
Setiap bangsa, setiap individu pada umunya menginginkan
pendidikan.Dalam pendidikan dimaksud disini pendidikan formal, makin banyak
formal, makin banyak dan makin tinggi pendidikan makin baik.Bahkan diinginkan
agar tiap warga negara melanjutkan pendidikannya sepanjang hidup. Dahulu banyak tugas
pendidikan yang dipegang oleh keluarga dan lembaga-lembaga lain yang lambat
laun makin banyak dialihkan menjadi beban sekolah seperti persiapan untuk mencari nafkah, kesehatan, agama,
pendidikan kesejahteraan keluarga,dan lain-lain. Namum pendidikan formal tidak
dapat diharapkan menanggung transmisi keseluruhan kebudayaan bangsa. Masyarakat
masih akan tetap memegang fungsi yang penting dalam pendidikan tranmisi
kebudayaan. Pendidikan norma-norma, sikap adat istiadat, keterampilan sosial
dan lain-lain banyak diperoleh anak terutama berkat pengalamannya dalam
pergaulannya dengan anggota keluarga, teman-teman sepermainan dan kelompok
primer lainnya, bukan di sekolah.
Fungsi sekolah yang utama ialah pendidikan intelektual
yakni memperoleh ilmu dan pengetahuan. Sekolah dalam kenyataan masih
mengutamakan latihan mental formal yaitu suatu tugas pada umumnya tidak dapat
dipenuhi oleh keluarga atau lembaga lain, oleh sebab itu memerlukan tenaga yang
khusus dipersiapkan yakni guru. Dalam pendidikan formal yang biasa memegang
peranan utama ilah guru dengan
mengontrol reaksi dan respon murid. Anak-anak biasa belajar dibawah tekanan dan
bila perlu paksaan tertentu dan kelakuannya dikuasai dan diatur dengan berbagai
aturan. Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan, dan
bukan oleh murid itu sendiri. Materi yang disajikan tidak selalu menarik minat
dan perhatian siswa, dalam hal ini guru berusaha memberikan motivasi
ekstrinsik.
Walaupun banyak kritik terhadap pendidikan dan guru,
walaupun sistem pendidikan banyak mengandung kelemahan, namum pada umum ya
orang percaya akan manfaat pendidikan. Jumlah anak yang memasuki sekolah
senantiasa bertambah. Banyak permintaan yang telah menjalankan kewajiban belajar,
ada yang sampai berusia 12 tahun bahkan sampai 18 tahun. Dalam sistem kewajiban
belajar, kelalaian menhadiri pelajaran disekolah tanpa alasan dipandang sebagai
pelanggaran yang dapat diberikan hukuman.
Jumlah peserta didik semakin bertambah banyak dari
berbagai lapisan masyarakat, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan
tinggi. Semuanya ini akan menjadi tanggungjawab pihak pendidik dalam hal
memberikan ilmu dan pengetahuan kepada mereka sebagai bekal dalam menghadapi
era globalisasi dimasa yang akan datang.
C.Hubungan
Kebudayaan Masyarakat dengan Pendidikan
Apabila sudah kita teliti hakikat
pendidikan dan hakikat kebudayaan maka tampak dengan jelas keterkaitan yang
erat bahkan terintegrasinya praksis pendidikan dan praksis kebudayaan.
Pendidikan dapat dirumuskan sebagai proses hominisasi dan proses humanisasi
yang berlangsung di dalam proses keluarga serta masyarakat yang berbudaya. Di
dalam hubungan ini kita lihat pendidikan tidak mungkin terlepas dari budaya
karena kebudayaan memberikan rambu-rambu, nilai-nilai, memberikan reward and
punishment dalam perkembangan pribadi seseorang. Selanjutnya proses pendidikan
bukan hanya sekadar merupakan transmisi kebudayaan tetapi juga penciptaan atau
pengembangan kebudayaan itu sendiri. Tanpa pendidikan suatu kebudayaan akan
mati, dan juga benar bahwa tanpa kebudayaan pendidikan akan mati.[1]
Demokratisasi dan desentralisasi
pendidikan berarti pula lebih menekankan hubungan antara praksis pendidikan
dengan kebudayaan. Kebudayaan mempunyai aspek-aspek yang luas dan bukan hanya
aspek intelektual atau teknologi. Kebudayaan meliputi nilai-nilai moral dan
agama, nilai-nilai estetika,nilai-nilai emosional, nilai-nilai ketrampilan,
nilai-nilai luhur yang telah hidup berabad-abad di dalam suatu masyarakat. Oleh
sebab itu, praksis pendidikan haruslah mengembangkan seluruh nilai-nilai
kebudayaan tersebut. Apabila tidak demikian maka kebudayaan itu akan mati, atau
pendidikan hanya menghasilkan manusia-manusia yang pintar atau cerdas tetapi
tidak berbudaya. Seperti yang telah dijelaskan yang kita inginkan sebagai
output pendidikan ialah educated and civilized human being. Manusia macam itu
hanya dapat dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan yang berakar dalam
kebudayaannya.
Beberapa fungsi
sekolah yang berkaitan dengan kebudayaan:
1.Sekolah
mentransmisi kebudayaan
Demi kelansungan
hidup bangsa dan Negara, kepada generasi muda disampaikan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh bangsa itu. Setiap warga Negara diharapkan menghormati
pahlawannya, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang
dan dengan demikian meresapkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
2.Sekolah
merupakan alat mentransformasi kebudayaan
Sekolah terutama perguruan tinggi
diharapkan menambah pengetahuan dengan mengadakan penemuan-penemuan baru yang
dapat membawa perubahan dalam masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi telah membawa perubahan yang besar di dunia ini. Ada pun tokoh pendidikan yang
beranggapan bahwa sekolah dapat digunakan untuk menskontruksi masyarakat bahkan
dapat mengontrol perubahan-perubahan itu dengan cara “social engineering”
Dalam kongres taman siswa pada tahun
1930, Ki Hajar Dewantara telah menyodorkan konsep pendidikan sebagai berikut:
pendidikan melaraskan garis hidup dari bangsanya(kulturil nasional) yang
ditujukan untuk keperluan peri kehidupan (matschapelijk) yang dapat mengangkat
derajat Negara dan rakyatnya, agar dapat bersama-sama dengan lain-lain bangsa
untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.[2]
Dapat kita lihat butir-butir yang dikemukakan
Ki Hajar Dewantara
1.Bahwa
kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan kebudayaan merupakan
alas atau dasar pendidikan.
Rumusan ini menjangkau jauh ke depan.
Di sini dikatakan bukan hanya pendidikan itu di Alaskan kepada suatu aspek
kebudayaan yaitu aspek intelektual, tetapi kebudayaan sebagai keseluruhan.
2.Kebudayaan
yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan.
Kebudayaan yang dimaksud adalah
kebudayaan yang riil yaitu budaya yang hidup di dalam masyarakat bangsa
Indonesia bahwa Dewantara bukan berbicara masyarakat jawa saja,sebab ada
anggapan bahwa setiap pendidikan taman siswa adalah pendidikan yang ekslusif
berdasarkan kebudayaan jawa yang di maksud adalah masyarakat kebangsaan
Indonesia, artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan dibentuk dan
dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Apabila kebudayaan kebangsaan Indonesia
itu belum terwujud maka merupakan tugas kita termasuk tugas pendidikan nasional
untuk ikut mewujudkan kebudayaan kebangsaan.
3.Pendidikan
mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan peri kehidupan.
Yang di maksud dengan peri kehidupan di
sini bukannya suatu aspek daripada khidupan manusia tetapi seluruh kehidupan
manusia. Yang dimaksud dengan peri kehidupan manusia adalah kebutuhan yang
dirasakan oleh masyarakat pada saat ini. Kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan
dari seluruh aspek kehidupan. Di sini kita lihat pendidikan mempunyai tujuan
spatial dan temporal artinya perlu memenuhi kebutuhan masyarakat yang riil dan
di dalam waktu sekarang dan di sini.
4.Arah
tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat Negara dan rakyat.
Di sini kita lihat betapa idealnya
pendidikan nasional yang bukan bersikap individualistis tetapi mempunyai warna
kerakyatan dan kesatuan nasional. Pendidikan nasional harus dapat mngangkat
derajat atau harkat rakyat banyak dan harkat Negara. Demikian pendidikan
nasional bukan diarahkan kepada kepentingan pemerintah, atau kepentingan suatu
golongan yang kaya saja tetapi untuk kepentingan rakyat, yaitu akyat yang
terhormat yang mempunyai derajat kehidupan yang memadai.
5.Pendidikan
yang visioner.
Di sini sungguh sangat mengagungkan
betapa rumusan Ki Hajar Dewantara telah jauh mencakup ke depan. Dewantara
adalah seorang futuris. Beliau telah melihat bahwa hak-hak asasi manusia dan
kehidupan global abad 21 merupakan suatu yang tidak dapat dielakkan. Pendidikan
nasional tidak terlepas dari upaya untuk kerjasama dengan bangsa-bangsa lain di
dunia ini untuk meningkatkan derajat kemanusiaan. Dengan kata lain hak-hak asasi
manusia dan tanggung jawab bersama merupakan tugas dari pendidikan nasional.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari
pembahasan makalah diatas dapat kami simpulkan bahwa
1.Herskovits memandang kebudayaan sebagai
sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang
kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Masyarakat adalah suatu kesatuan hidup manusia dalam suatu kelompok
yang memiliki suatu sistem adat-istiadat, kebiasaan, norma-norma yang dapat
menghasilkan suatu kebudayaan.
2.Secara historis-religius bahwa pendidikan terjadi lebih
dahulu dari kebudayan. Dari sisi lain kemudian disebutkan bahwa pendidikan
merupakan bagian dari kebudayaan, dan pendidikan tidak lepas dari kebudayaan. Keduanya merupakan gejala
dan faktor pelengkap dan penting dalam kehidupan manusia.Sebab manusia sebagai
makhluk alam, juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berfikir
(human rational).
3.Apabila
sudah kita teliti hakikat pendidikan dan hakikat kebudayaan maka tampak dengan
jelas keterkaitan yang erat bahkan terintegrasinya praksis pendidikan dan
praksis kebudayaan. Pendidikan dapat dirumuskan sebagai proses hominisasi dan
proses humanisasi yang berlangsung di dalam proses keluarga serta masyarakat
yang berbudaya. Di dalam hubungan ini kita lihat pendidikan tidak mungkin
terlepas dari budaya karena kebudayaan memberikan rambu-rambu, nilai-nilai,
memberikan reward and punishment dalam perkembangan pribadi seseorang.
DAFTAR
PUSTAKA
Tilaar, H.A.R,2010.Paradigma
Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta.
Tilaar,
H.A.R,2002. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani IndonesiaBandung:Remaja
RosdaKarya.
[1]H.A.R Tilaar,Paradigma Baru Pendidikan Nasional(Jakarta:Rineka Cipta,
2010) hal, 91-92
[2]H.A.R Tilaar,Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia(Bandung:Remaja
RosdaKarya,2002),68-70
0 Response to "Makalah: Kultur Masyarakat Dalam Pendidikan"
Posting Komentar