-->

Makalah: Kultur Masyarakat Dalam Pendidikan

Makalah: Kultur Masyarakat dalam Pendidikan


Kultur Masyarakat Dalam Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah konsep budaya, yaitu menginternalisasikan nilai-nilai sebagai bangsa yang berkarakter, mempunyai jati diri, watak sebagai bangsa yang bermartabat ,berdaulat, mandiri, tangguh, mencintai sesama, mampu menjadi tuan di tanah air sendiri, merasa berdiri sejajar dengan bangsa lain  dan mampu mendesain masa depannya sendiri tanpa menggantungkan nasibnya pada bangsa lain. Oleh karena itu, kurikulum sebagai operasionalisasi dari hakikat, fungsi dan tujuan pendidikan pendidikan nasional tidak hanya harus mampu berperan untuk transfer pengetahuan (Knoweledge transfer), teapi juga harus mampu berperan dalam membentuk karakter peserta didik menjadi manusia Indonesia (Nation and Character Building) dalam penyelenggaraan pendidikan diseluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kita seringkali mendengar bahwa anak-anak Indonesia mampu menjuarai berbagai kompetisi ilmu pengetahuan pada tingkat Internasional yang membuat perasaan kagum dan bangga, tetapi disisi lain, seringkali masih terjadi perkelahian antar pelajar, “bekerjasama dalam kecurangan” untuk menghadpi ujian, tidak merasa mencintai bangsanya dengan merusak atau mengotori fasilitas umum, merasa minder atau rendah diri dan cenderung untuk untuk mengagungkan bahkan meniru nilai-nilai budaya asing tanpa mengetahui dan mengenal budaya Indonesia yang kaya akan nilai-nilai luhur. Sehingga terkadang mendistorsi rasa kebangsaan sebagai akibat dari kelengahan budaya dalam Sistem Pendidikan Nasional Indonesia untuk membangun rasa ke Indonesiaan dalam bingkai pendidikan kebangsaan dan karakter bangsa (Nation and Character Building) dalam dunia pendidikan di Negara Indonesia. Oleh karena itu, dalam Sistem Pendidikan Nasional harus dipahami esensinya bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Karena berkaitan dengan fungsinya dalam membangun rasa ke Indonesiaan dimana kebudayaan nasional (seluruh kebudayaan yang tersebar di Indonesia beserta nilai-nilai luhur yang ada didalamnya) harus berdaulat, dengan menjadi materi yang disosialisasikan dalam kurikulum pendidikan Indonesia.

Pendidikan merupakan jalan utama dalam proses internalisasi dan sosialisasi kebudayaan, oleh karena itu nilai kebudayaan pada tiap daerah yang kaya makna dalam bentuk cerita rakyat, bahasa, unkapan, pantun, kesenian,upacara adat yang didalamnya berisi nilai-nilai yang mengajarkan tentang kerukunan, kebersamaan dan kearifan hubungan antara manusia dalam mengelola alamnya harus dikemas dan disajikan dalm kegiatan belajar mengajar ditiap sekolah yang ada diseluruh Indonesia. Maka dari itu, dalam makalah ini kami akan menjelaskan tentang hubungan erat antara kultur masyarakat dengan pendidikan di Indonesia.

B.Rumusan Masalah
1.Apa pengertian Kultur Masyarakat?
2.Apa yang dimaksud  Kultur dalam Pendidikan?
3.Apa hubungan Kultur masyarakat dengan pendidikan?

C.Tujuan
1.Agar mahasiswa dapat memahami hubungan antara kultur masyarakat dalam pendidikan


BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengertian Kultur Masyarakat
1.Pengertian Kultur
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa  Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

2.Pengertian Masyarakat
Hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang disekitar dan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain. 

Beberapa pengertian yang diberikan oleh beberapa pakar sosiologi mengenai masyarakat antara lain:
a.Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan selalu berubah. (Mac Iver dan Page)
b.Masyarakat adalah kesatuan hidup mahluk-mahluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat tertentu. (Koentjaraningrat)
c.Masyarakat adalah tempat orang-orang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. (Selo Soemardjan dan Soelaiman)

Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah suatu kesatuan hidup manusia dalam suatu kelompok yang memiliki suatu sistem adat-istiadat, kebiasaan, norma-norma yang dapat menghasilkan suatu kebudayaan.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.

B.Kultur dalam pendidikan
Secara historis-religius bahwa pendidikan terjadi lebih dahulu dari kebudayan. Dari sisi lain kemudian disebutkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, dan pendidikan tidak lepas dari kebudayaan. Keduanya merupakan gejala dan faktor pelengkap dan penting dalam kehidupan manusia.Sebab manusia sebagai makhluk alam, juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berfikir (human rational).

Pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia. Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Tiada kehidupan masyarakat tanapa adanya kegiatan pendidikan.

Meskipun pendidikan merupakan gejala umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namun terlihat adanya perbedaan praktek kegiatan pendidiksn dalam masyarakat masing-masing, yang disebabkan oleh adanya falsafah/pandangan hidupnya. Sebagai contoh, praktek pandidikan yang dilakukan masyarakat zaman pertengahan sangat mementingkan norma kehidupan keagamaan, sedang masyarakat zaman Renaissance lebih mementingkan nilai-nilai kehidupan duniawi.

Pendidikan di Indonesia pada zaman penjajahan kolonial belanda juga menampakkan perbedanya dsalam praktek pendidikan oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan praktek pendidikan Indonesia. Pendidikan Hindia Belanda menciptakan strata-strata masyarakat agar dapat menjadi ajang politik “adu domba dan pecah belah”, sedangkan praktek pendidikan Indonesia seperti Taman Siswa berdasarkan asas kebangsaan dan pendidikan pondok-pondok pesantren berdasarkan agama Islam, dan sebagainya.

Kini praktek pendidikan zaman Indonessia merdeka yang berdasarkan falsafah dan asas pancasila, harus dilaksanakan dalam dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Setiap pendidik wajib mewujudkan falsafah Pancasila dalam segala kegiatan pendidikan, menuju terwujudnya masyarakat yang sejahtera berdasarkan Pancasila.

Agar kebudayaan bangsa tidak hilang/pudar dari diri anak/siswa, guru perlu menumbuhkan kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai budaya daerah yang luhur dan beradab serta menyerap nilai budaya asing yang positif untuk memperkaya budaya bangsa. Selain itu guru perlu menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya. Agar rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya tidak menjadi berlebihan seperti tidak menyukai kebudayaan orang lain atau menghina kebudayaan orang lain, guru juga harus mengajarkan dan memberitahu agar sikap feodal, sikap eksekutif, dan paham kedaerahan yang sempit serta pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai budaya bangsa dihilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di masyarakat maupun di  bangsa.

Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap serta pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai budaya bangsa dilhilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di masyarakat maupun di  bangsa.

Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja keras. Disiplin, sikap menghargai prestasi, berani bersaing, serta mampu menyesuaikan diri dan kreatif. Selain itu perlu menumbuhkan budaya menghormati dan menghargai orang yang lebih tua, budaya belajar, budaya ingin maju, dan budaya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perlu dikembangkan pranata sosial yang dapat mendukung proses pemantapan budaya bangsa.

Setiap bangsa, setiap individu pada umunya menginginkan pendidikan.Dalam pendidikan dimaksud disini pendidikan formal, makin banyak formal, makin banyak dan makin tinggi pendidikan makin baik.Bahkan diinginkan agar tiap warga negara melanjutkan pendidikannya  sepanjang hidup. Dahulu banyak tugas pendidikan yang dipegang oleh keluarga dan lembaga-lembaga lain yang lambat laun makin banyak dialihkan menjadi beban sekolah seperti persiapan  untuk mencari nafkah, kesehatan, agama, pendidikan kesejahteraan keluarga,dan lain-lain. Namum pendidikan formal tidak dapat diharapkan menanggung transmisi keseluruhan kebudayaan bangsa. Masyarakat masih akan tetap memegang fungsi yang penting dalam pendidikan tranmisi kebudayaan. Pendidikan norma-norma, sikap adat istiadat, keterampilan sosial dan lain-lain banyak diperoleh anak terutama berkat pengalamannya dalam pergaulannya dengan anggota keluarga, teman-teman sepermainan dan kelompok primer lainnya, bukan di sekolah.

Fungsi sekolah yang utama ialah pendidikan intelektual yakni memperoleh ilmu dan pengetahuan. Sekolah dalam kenyataan masih mengutamakan latihan mental formal yaitu suatu tugas pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh keluarga atau lembaga lain, oleh sebab itu memerlukan tenaga yang khusus dipersiapkan yakni guru. Dalam pendidikan formal yang biasa memegang peranan utama  ilah guru dengan mengontrol reaksi dan respon murid. Anak-anak biasa belajar dibawah tekanan dan bila perlu paksaan tertentu dan kelakuannya dikuasai dan diatur dengan berbagai aturan. Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh petugas pendidikan, dan bukan oleh murid itu sendiri. Materi yang disajikan tidak selalu menarik minat dan perhatian siswa, dalam hal ini guru berusaha memberikan motivasi ekstrinsik.

Walaupun banyak kritik terhadap pendidikan dan guru, walaupun sistem pendidikan banyak mengandung kelemahan, namum pada umum ya orang percaya akan manfaat pendidikan. Jumlah anak yang memasuki sekolah senantiasa bertambah. Banyak permintaan yang telah menjalankan kewajiban belajar, ada yang sampai berusia 12 tahun bahkan sampai 18 tahun. Dalam sistem kewajiban belajar, kelalaian menhadiri pelajaran disekolah tanpa alasan dipandang sebagai pelanggaran yang dapat diberikan hukuman.

Jumlah peserta didik semakin bertambah banyak dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semuanya ini akan menjadi tanggungjawab pihak pendidik dalam hal memberikan ilmu dan pengetahuan kepada mereka sebagai bekal dalam menghadapi era globalisasi dimasa yang akan datang.

C.Hubungan Kebudayaan Masyarakat dengan Pendidikan
Apabila sudah kita teliti hakikat pendidikan dan hakikat kebudayaan maka tampak dengan jelas keterkaitan yang erat bahkan terintegrasinya praksis pendidikan dan praksis kebudayaan. Pendidikan dapat dirumuskan sebagai proses hominisasi dan proses humanisasi yang berlangsung di dalam proses keluarga serta masyarakat yang berbudaya. Di dalam hubungan ini kita lihat pendidikan tidak mungkin terlepas dari budaya karena kebudayaan memberikan rambu-rambu, nilai-nilai, memberikan reward and punishment dalam perkembangan pribadi seseorang. Selanjutnya proses pendidikan bukan hanya sekadar merupakan transmisi kebudayaan tetapi juga penciptaan atau pengembangan kebudayaan itu sendiri. Tanpa pendidikan suatu kebudayaan akan mati, dan juga benar bahwa tanpa kebudayaan pendidikan akan mati.[1]

Demokratisasi dan desentralisasi pendidikan berarti pula lebih menekankan hubungan antara praksis pendidikan dengan kebudayaan. Kebudayaan mempunyai aspek-aspek yang luas dan bukan hanya aspek intelektual atau teknologi. Kebudayaan meliputi nilai-nilai moral dan agama, nilai-nilai estetika,nilai-nilai emosional, nilai-nilai ketrampilan, nilai-nilai luhur yang telah hidup berabad-abad di dalam suatu masyarakat. Oleh sebab itu, praksis pendidikan haruslah mengembangkan seluruh nilai-nilai kebudayaan tersebut. Apabila tidak demikian maka kebudayaan itu akan mati, atau pendidikan hanya menghasilkan manusia-manusia yang pintar atau cerdas tetapi tidak berbudaya. Seperti yang telah dijelaskan yang kita inginkan sebagai output pendidikan ialah educated and civilized human being. Manusia macam itu hanya dapat dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan yang berakar dalam kebudayaannya.

Beberapa fungsi sekolah yang berkaitan dengan kebudayaan:
1.Sekolah mentransmisi kebudayaan
Demi kelansungan hidup bangsa dan Negara, kepada generasi muda disampaikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh bangsa itu. Setiap warga Negara diharapkan menghormati pahlawannya, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang dan dengan demikian meresapkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa.
2.Sekolah merupakan alat mentransformasi kebudayaan
Sekolah terutama perguruan tinggi diharapkan menambah pengetahuan dengan mengadakan penemuan-penemuan baru yang dapat membawa perubahan dalam masyarakat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa perubahan yang besar di dunia ini. Ada pun tokoh pendidikan yang beranggapan bahwa sekolah dapat digunakan untuk menskontruksi masyarakat bahkan dapat mengontrol perubahan-perubahan itu dengan cara “social engineering”

Dalam kongres taman siswa pada tahun 1930, Ki Hajar Dewantara telah menyodorkan konsep pendidikan sebagai berikut: pendidikan melaraskan garis hidup dari bangsanya(kulturil nasional) yang ditujukan untuk keperluan peri kehidupan (matschapelijk) yang dapat mengangkat derajat Negara dan rakyatnya, agar dapat bersama-sama dengan lain-lain bangsa untuk kemuliaan segenap manusia di seluruh dunia.[2]

Dapat kita lihat butir-butir yang dikemukakan Ki Hajar Dewantara
1.Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan.
Rumusan ini menjangkau jauh ke depan. Di sini dikatakan bukan hanya pendidikan itu di Alaskan kepada suatu aspek kebudayaan yaitu aspek intelektual, tetapi kebudayaan sebagai keseluruhan.

2.Kebudayaan yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat kebangsaan.
Kebudayaan yang dimaksud adalah kebudayaan yang riil yaitu budaya yang hidup di dalam masyarakat bangsa Indonesia bahwa Dewantara bukan berbicara masyarakat jawa saja,sebab ada anggapan bahwa setiap pendidikan taman siswa adalah pendidikan yang ekslusif berdasarkan kebudayaan jawa yang di maksud adalah masyarakat kebangsaan Indonesia, artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Apabila kebudayaan kebangsaan Indonesia itu belum terwujud maka merupakan tugas kita termasuk tugas pendidikan nasional untuk ikut mewujudkan kebudayaan kebangsaan.

3.Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan peri kehidupan.
Yang di maksud dengan peri kehidupan di sini bukannya suatu aspek daripada khidupan manusia tetapi seluruh kehidupan manusia. Yang dimaksud dengan peri kehidupan manusia adalah kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat pada saat ini. Kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan dari seluruh aspek kehidupan. Di sini kita lihat pendidikan mempunyai tujuan spatial dan temporal artinya perlu memenuhi kebutuhan masyarakat yang riil dan di dalam waktu sekarang dan di sini.

4.Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat Negara dan rakyat.
Di sini kita lihat betapa idealnya pendidikan nasional yang bukan bersikap individualistis tetapi mempunyai warna kerakyatan dan kesatuan nasional. Pendidikan nasional harus dapat mngangkat derajat atau harkat rakyat banyak dan harkat Negara. Demikian pendidikan nasional bukan diarahkan kepada kepentingan pemerintah, atau kepentingan suatu golongan yang kaya saja tetapi untuk kepentingan rakyat, yaitu akyat yang terhormat yang mempunyai derajat kehidupan yang memadai.

5.Pendidikan yang visioner.
Di sini sungguh sangat mengagungkan betapa rumusan Ki Hajar Dewantara telah jauh mencakup ke depan. Dewantara adalah seorang futuris. Beliau telah melihat bahwa hak-hak asasi manusia dan kehidupan global abad 21 merupakan suatu yang tidak dapat dielakkan. Pendidikan nasional tidak terlepas dari upaya untuk kerjasama dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini untuk meningkatkan derajat kemanusiaan. Dengan kata lain hak-hak asasi manusia dan tanggung jawab bersama merupakan tugas dari pendidikan nasional.

BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat kami simpulkan bahwa
1.Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

Masyarakat adalah suatu kesatuan hidup manusia dalam suatu kelompok yang memiliki suatu sistem adat-istiadat, kebiasaan, norma-norma yang dapat menghasilkan suatu kebudayaan.

2.Secara historis-religius bahwa pendidikan terjadi lebih dahulu dari kebudayan. Dari sisi lain kemudian disebutkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, dan pendidikan tidak lepas dari kebudayaan. Keduanya merupakan gejala dan faktor pelengkap dan penting dalam kehidupan manusia.Sebab manusia sebagai makhluk alam, juga berfungsi sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berfikir (human rational).

3.Apabila sudah kita teliti hakikat pendidikan dan hakikat kebudayaan maka tampak dengan jelas keterkaitan yang erat bahkan terintegrasinya praksis pendidikan dan praksis kebudayaan. Pendidikan dapat dirumuskan sebagai proses hominisasi dan proses humanisasi yang berlangsung di dalam proses keluarga serta masyarakat yang berbudaya. Di dalam hubungan ini kita lihat pendidikan tidak mungkin terlepas dari budaya karena kebudayaan memberikan rambu-rambu, nilai-nilai, memberikan reward and punishment dalam perkembangan pribadi seseorang.

DAFTAR PUSTAKA
Tilaar, H.A.R,2010.Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta.
Tilaar, H.A.R,2002. Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani IndonesiaBandung:Remaja RosdaKarya.



[1]H.A.R Tilaar,Paradigma Baru Pendidikan Nasional(Jakarta:Rineka Cipta, 2010) hal, 91-92
[2]H.A.R Tilaar,Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia(Bandung:Remaja RosdaKarya,2002),68-70


Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Makalah: Kultur Masyarakat Dalam Pendidikan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel