Makalah: Keadaan Demokrasi, Ham, Dan Civil Society Dalam Pendidikan Nasional
Selasa, Oktober 25, 2016
Add Comment
Keadaan Demokrasi, Ham, Dan Civil Siciety Dalam
Pendidikan Nasional
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Pendidikan Indonesia, masih jauh dari yang diharapkan. Banyak
problem-problem yang timbul seiring dengan berkembangnya zaman. Problem-problem
tersebut menjadi sangat kompleks yang menyangkut demokrasi, HAM, dan civil
society.
Demokrasi dan HAM menjadi hal yang sulit diwujudkan dalam dunia
pendidikan. Hal ini tampak dengan tidak meratanya kesempatan mengenyam
pendidikan pada usia dan kalangan tertentu. Padahal, hak mendapat kewajiban
merupakan salah satu hak asasi sebagai manusia sekaligus sebagai warga negara
yang tercantum dalam undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang menyatakan
bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Selain itu, terdapat kohesi sosial masyarakat yang ditandai dengan
keretaka-keretakan social (social friction) yang akut. Maka, dalam hal
ini perlu rasanya dilakukan penegakan dimensi HAM dalam meresponsisi arah
pembangunan nasional untuk mengatasi dan mempererat kohesi tersebut.
Tidak tegaknya demokrasi dan HAM yang berlarut-larut, akan menjadikan
bangsa Indonesia semakin jauh dari harapan untuk menciptakan masyarakat baru yang kita cita-citakan yaitu
suatu masyarakat madani Indonesia (civil society).
Untuk mengetahui lebih jauh mengenai problem-problem yang tengah
dihadapi bangsa Indonesia tersebut, serta langkah-langkah yang diharapkan akan
mejadi solusi yang benar-benar solutif, maka berikut ini akan dipaparkan secara
lebih rinci.
B.Rumusan
Masalah
1.Apa pengertian Demokrasi, HAM, dan Civil
Society?
2.Apa demokrasi pendidikan dan permasalahan apa
yang tengah dihadapi demokrasi pendidikan?
3.Bagaimana pendidikan sebagai hak asasi
manusia dan upaya penegakan HAM dalam rangka meresponsisi arah pendidikan
Nasional ?
4.Bagaimana peran pendidikan dalam mewujudkan Civil
Society?
C.Tujuan
1.Agar mahasiswa dapat
mengetahui seluk beluk tentang keadaan demokrasi, HAM, dan civil society dalam
pendidikan nasional, khususnya tentang Demokrasi Pendidikan dan Permasalahannya, Pendidikan sebagai hak
asasi manusia dan upaya penegakan HAM dalam rangka meresponsisi arah pendidikan
Nasional, dan peran pendidikan dalam mewujudkan Civil Society.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Demokrasi, HAM, dan Civil Society
Demokrasi berasal dari bahasa
Yunani, Demos berarti rakyat, dan kratein bermakna kekuasaan. Karena kekuasaan
itu ada di rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat, oleh karena itu demokrasi
diartikan dengan kedaulatan rakyat. Kedaulatan mutlak dan Ke-Esaan Tuhan yang
terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang terkandung dalam konsep
khilafah memberikan kerangka yang dengannya para cendekiawan belakangan ini
mengembangkan teori politik tertentu yang dapat dianggap demokratis. Di
dalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan terhadap kadaulatan rakyat,
tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan kewajiban rakyat sebagai pengemban
pemerintah.
Menurut Jack Donnley HAM (hak
asasi manusia) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia
manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh
masyarakat atau berdasarkan hukum positif melainkan semata-mata berdasarkan
martabatnya sebagai manusia.
Di indonesia istilah civil
society di artikan sebagai masyarakat madani yaitu, sebuah tatanan masyarakat
yang mengedepankan toleransi, demokrasi, dan berkeadaban. Masyarakat madani
mensyaratkan adanya toleransi dan menghargai akan adanya pluralisme
(kemajemukan).[1]
B.Demokrasi
Pendidikan dan Permasalahannya
Wujud dari demokrasi
pendidikan adalah dengan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak
untuk mendapatkan pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya. Pengertian
demokratis di sini mencakup arti baik secara horizontal maupun vertikal.
Maksud demokrasi secara
horizontal adalah bahwa setiap anak, tidak ada pengecualian, mendapatkan
kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan sekolah. Hal ini tercermin pada
UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat
pengajaran”. Sementara itu, demokrasi secara vertikal ialah bahwa setiap anak
mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang
setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, demokrasi diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang
mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga negara. Dalam pendidikan, demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan
perhatian serta usaha pada si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi,
kesehatan, keadaan sosial, dan sebagainya).
Dengan demikian, tampaknya
demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutarakan persamaan hak
dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam berlangsungnya proses
pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta juga dengan pengelola pendidikan.[2]
Selama ini memang kebijakan
pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan telah menuju pada upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga secara konseptual pemerintah telah
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan undang-undang. Namun secara
realitas masih cukup banyak diantara kelompok usia sekolah yang tidak atau
belum dapat menikmati pendidikan karena alasan tertentu baik karena
ketidakterjangkauan biaya, tempat, maupun kesempatan, sehingga hak mereka
seolah “terampas” dengan sendirinya.
Sebenarnya bangsa Indonesia
telah menganut dan mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikan sejak
diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang. Hal ini terdapat dalam: UUD
1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5, 6, 7 dan pasal 8 ayat 1, 2 dan ayat
3.
Garis-garis Besar Haluan
Negara di Sektor Pendidikan.
Pendidikan merupakan cara
yang utama dalam peningkatan mutu SDM Indonesia. Namun, munculnya beberapa
masalah menjadi penghambat dalam pendidikan di Indonesia. Masalah-masalah
tersebut antara lain.[3]
1.Rendahnya
partisipasi masyarakat
Dalam undang-undang sudah
diterangkan sangat pentingnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan. Tapi
dalam praktiknya peran masyarakat dalam pendidikan masih rendah. Misalnya masih
rendahnya pemikiran masyarakat tentang pentingnya pendidikan, ada kalanya dalam
hal kegiatan sekolah kadang kala orang tua kurang mendukung dalam kegiatan
sekolah tersebut, dan lain-lain.
2.Rendahnya
inisiatif kebijakan yang kurang demokratis
Telah dijelaskan
kebijakan-kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan. Kebijakan Pemerintah ini
kurang demokratis dalam hal kurang meratanya pendidikan. Pemerintah hanya
mempertimbangkan potensi pendidikan secara nasional. Padahal setiap daerah
potensi dalam hal pendidikan berbeda-beda. Masalah ini menimbulkan kurang
demokratisnya kebijakan pemerintah.
3.Tantangan
kehidupan global
Lambat laun semua hal
mengalami perkembangan. Salah satunya dalam hal pendidikan. Pendidikan juga
mengalami perkembangan secara global. Buktinya pemerintah kita menyempurnakan
kurikulum yang dulunya hanya menyangkut kognitif saja. Sekarang terdiri aspek
afektif, kognitif, dan psikomotorik. Lebih khusus dalam hal demokrasi
pendidikan juga mengalami perkembangan. Tapi hal-hal yang terkait dalam
pendidikan belum mengikuti perkembangan global.
Dalam menyelesaikan
permasalah pendidikan di Indonesia terdapat beberapa usaha, antara lain sebagai
berikut :
a.Meningkatan mutu pendidikan
dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan.
b.Meningkatan efisiensi
pengelolaan pendidikan.
c.Meningkatan relevansi
pendidikan.
d.Untuk mengatasi rendahnya
kualitas guru pemerintah sekarang mengeluarkan kebijakan bahwa guru SD minimal
harus S1.[4]
Pendidikan Sebagai Hak Asasi
Manusia dan Menegakkan Dimensi HAM dalam Meresponsisi Arah pendidikan Nasional
Manusia merupakan makhluk
yang dinamis dalam memaknai hidup dan lingkungannya. Dengan bekal fitrah untuk
selalu mencari kebaikan, kebenaran, dan keindahan, manusia terus berupaya
membangun peradapan. Melalui peradapan ini manusia menjalani hidupnya secara
terhormat dan saling menghargai yang kelak akan dipertanggung jawabkan kepada
yang maha pencipta. Kecerdasan majemuk (multiple intelegence) dianugerahkan Tuhan
kepada manusia sebagai potensi dasar untuk tumbuh dan berkembang. Oleh karena
itu, pendidikan perlu diarahkan untuk memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya
kecerdasan majemuk agar peserta didik menjadi manusia yang mampu menerapkan
nilai-nilai keyakinan dan etikanya untuk dapat hidup berdampingan dengan
individu lain yang memiliki nilai keyakinan dan etika berbeda secara terhormat
dan saling menghargai.[5]
Merujuk pada pandangan di
atas, isu bahwa agenda kebangsaan terbesar terletak pada pendidikan, bukanlah
sesuatu yang tanpa alasan atau yang mengada-ngada, melainkan didasarkan pada
fakta bahwa seluruh sektor kehidupan bangsa merupakan concern sumber daya
manusia (human resource) yang dihasilkan dari out put dunia pendidikan. Oleh
karenanya semenjak negara Indonesia berdiri, founding fathers bangsa ini sudah
menanamkan semangat dan tekat untuk memperjuangkan keadilan bagi seluruh warga
negara, termasuk di dalamnya untuk mempeoleh hak pendidikan yang layak dan
mumpuni. Cita-cita luhur tersebut kemudian dituangkan dalam rumusan mukaddimah
UUD 1945 sebagai salah satu tujuan didirikannya negara kesatuan republik
Indonesia (head doel van de staat), yaitu untuk ”mencerdaskan kehidupan
bangsa“.[6]
Beberapa hal tampaknya perlu
segara dilakukan untuk menegakkan dimensi Hak Asasi Manusia (HAM) dalam
meresponsisi arah pembangunan nasional sehingga dapat mempererat kohesi sosial
masyarakat yang saat ini tengah mengalami keretakan-keretakan sosial (social
friction) yang parah.[7]
Pertama, pendidikan harus
dikelola dengan asas-asas keadilan. Sebagai gambaran perlakuan pemerintah
terhadap madrasah swasta dengan sekolah umum tidaklah sama. Diantaranya pengajar
(guru negeri), distribusi buku paket tidak merata, dan fasilitas-fasilitas lain
yang tidak seragam antara madrasah swasta dan sekolah umum.
Kedua, pengelolaan pendidikan
nasional harus menjauhkan diri dari segala bentuk ketertutupan (promote
openness). Jika pengelolaan pendidikan tertutup dari partisipasi masyarakat
luas maka pendidikan tidak dapat mewadahi kepentingan masyarakat yang begitu
bervariasi dan berubah begitu cepat di tengah pusaran arus demokratisasi,
globalisasi dan polarisasi kepentingan kehidupan masyarakat itu sendiri.
Ketiga, pengelolaan
pendidikan kiranya mencegah timbulnya ekslusifisme (promote inclusiveness)
dalam semua ini pengelolaan pendidikan.
Keempat, pengelolaan
pendidikan perlu ditangani secara lebih profesional mulai di tingkat
kelembagaan, kecamatan, kabupaten, provinsi dan di pusat untuk menghindari
segala kemungkinan timbulnya penyimpangan dan penyelewengan dari aparat
birokrasi yang ada.
Kelima, pendidikan haruslah
menjunjung tinggi semangat demokratisasi.
Terakhir, pendidikan nasional
perlu membuka diri untuk mendorong pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan
equality (sama) dan membuka diri seluas-luasnya dengan memberi kesempatan
kepada semua pihak berpartisipasi dalam pengelolaan pendidikan.[8]
C.Peran
Pendidikan dalam Upaya Mewujudkan Civil Society
Kita sepakati bahwa
masyarakat baru yang kita cita-citakan untuk diwujudkan ialah suatu masyarakat
madani Indonesia (civil society). Di dalam ilmu politik konsep civil society
telah mulai dikembangkan oleh para filosof sejak jaman Yunani Klasik. Pada
dasarnya hubungan antara individu dengan masyarakatnya berkisar pada suatu
model atau hubungan antara penguasa, yang dikuasai, cara untuk mencapai tujuan
bersama dan tujuan itu sendiri.
Plato mengajarkan bahwa
tujuan hidup bersama ialah keadilan. Dengan adanya keadilan dapat dikembangkan
potensi rakyat. Potensi yang telah berkembang pada gilirannya akan berwujud
hasil karya. Dengan karyanya itu rakyat dapat memperkuat wewenang penguasa. Dalam
konsep ini potensi individu harus dikembangkan. Tanpa pengembangan potensi
tidak ada yang dapat disumbangkan oleh individu kepada penguasa. Dengan
demikian wewenang penguasa untuk menciptakan keadilan tidak dapat diciptakan. [9]
Adanya negara merupakan suatu
kontrak sosial atau perjanjian sukarela antara anggotanya. Al-Ghazali
berpendapat bahwa manusia adalah makhluk sosial sehingga dia harus bekerja
sama. Kerja sama diperlukan untuk melanjutkan keturunan dan kelangsungan hidup
manusia. Selain itu manusia harus membantu menyediakan kebutuhan hidup yang
essensial seperti pendidikan dan sandang-pangan. Ibn Taymiah melihat manusia
sebagai makhluk sosial yang secara alamiah mampu mengatur ijtima’ dan berbagai
aturan seperti mematuhi pemimpin yang terpilih demi untuk mencapai cita-cita
bersama. Ibn Khaldun berpendapat bahwa manusia dapat bekerja sama untuk
memenuhi kebutuhan pokok dan mempertahankan diri.
Di dalam uraian Hikam yang
mengambil pemikiran seorang ahli politik Prancis, Alexis de Tocqueville dikemukakan
mengenai karakteristik civil society sebagai berikut:
1.Kesukarelaan
2.Keswasembadaan
3.Kemandirian Tinggi terhadap
Negara
4.Kepatuhan terhadap
Nilai-Nilai Hukum yang Dipatuhi Bersama
5.Bukan tipologi masyarakat
yang maradona.
Civil society dalam perspektif
pendidikan (Pendidikan Islam) adalah sebuah potensi besar yang sesungguhnya
dimiliki pendidikan Islam dalam pemberdayaan pendidikan rakyat secara
keseluruhan. Dengan kedekatannya kepada masyarakat Muslim, pendidikan Islam
merupakan potensi dalam pembentukan civil society, masyarakat madani, pada
tingkat akar rumput (grass roots) kaum Muslimin. Dalam konteks ini, pendidikan
Islam dapat menjadi sebuah wahana “pendidikan kritis” (critical education),
bagi rakyat membebaskan lapisan terbawah masyarakat dari keterbelakangan dan
kemiskinan. Di sini, pendidikan Islam dapat menjadi lembaga pendidikan penting
dalam penanaman dan penumbuhan pendidikan demokrasi (democracy education), yang
singkatnya secara substantif menyangkut sosialisasi, diseminasi dan aktualisasi
konsep, sistem, nilai, budaya dan praktik demokrasi melalui pendidikan, maka
nilai-nilai dan pengertian-pengertiannya harus dijadikan unsur yang menyatu
dengan sistem pendidikan kita, tidak dalam artian menjadikannya muatan
kurikuler yang klisé itu, tetapi dengan jalan merasakannya dalam hidup nyata
(lived in) dalam sistem pendidikan. Kita harus mulai dengan sungguh-sungguh
memikirkan untuk membiasakan anak didik dan masyarakat pada umumnya kepada
perbedaan pendapat dan tradisi pemilihan terbuka untuk menentukan pimpinan,
membuat keputusan-keputusan dan menetapkan kebijakan-kebijakan.[10]
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Secara singkat demokrasi
adalah kedaulatan rakyat. HAM adalah hak-hak yang sudah dimiliki seseorang
sejak lahir. Sedangkan civil society adalah masyarakat madani yaitu, sebuah
tatanan masyarakat yang mengedepankan toleransi, demokrasi, dan berkeadaban.
Demokrasi pendidikan adalah
dengan memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak untuk mendapatkan
pendidikan di sekolah sesuai dengan kemampuannya. Hal ini terdapat dalam
pengakuan terhadap hak asasi setiap individu anak bangsa untuk menuntut
pendidikan pada dasarnya telah mendapatkan pengakuan secara legal sebagaimana
yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 (1).
Namun secara realitas masih
banyak diantara kelompok usia sekolah yang tidak atau belum dapat menikmati
pendidikan karena ketidakterjangkauan biaya, tempat, maupun kesempatan,
sehingga hak mereka seolah “terampas” dengan sendirinya.
Salah satu penghambat dalam
pendidikan di Indonesia adalah munculnya beberapa masalah:
1.Rendahnya partisipasi
masyarakat
2.Rendahnya inisiatif
kebijakan yang kurang demokratis
3.Tantangan kehidupan global
Dalam menyelesaikan
permasalah pendidikan di Indonesia terdapat beberapa usaha, antara lain sebagai
berikut:
1.Upaya peningkatan mutu
pendidikan dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan.
2.Peningkatan efisiensi
pengelolaan pendidikan.
3.Peningkatan relevansi
pendidikan.
4.Mengatasi rendahnya
kualitas dan tingkat kesejahteraan guru.
Sedangkan mengenai
permasalahan HAM, perlu kiranya dilakukan beberapa langkah berikut dalam
meresponsisi arah pembangunan nasional sehingga dapat mempererat kohesi soial
masyarakat yang saat ini tengah mengalami keretakan-keretakan sosial (social
friction) yang parah. Yaitu pengelolaan pendidikan dengan asas-asas keadilan,
pengelolaan pendidikan nasional harus menjauhkan diri dari segala bentuk
ketertutupan (promote openness), pengelolaan pendidikan kiranya mencegah
timbulnya ekslusifisme (promote inclusiveness) dalam semua lini pengelolaan
pendidikan, pengelolaan pendidikan perlu ditangani secara lebih profesional,
pendidikan haruslah menjunjung tinggi semangat demokratisasi.
Civil society dalam konteks masyarakat
madani, mengacu ke kehidupan masyarakat yang berkualitas dan bertamaddun
(civility).
Civil society dalam
perspektif pendidikan (Pendidikan Islam) adalah sebuah potensi besar yang
sesungguhnya dimiliki pendidikan Islam dalam pemberdayaan pendidikan rakyat
secara keseluruhan. Dengan kedekatannya kepada masyarakat Muslim, pendidikan
Islam merupakan potensi dalam pembentukan civil society, masyarakat madani,
pada tingkat akar rumput (grass roots) kaum Muslimin.
DAFTAR PUSTAKA
Amar, Isrofil. 2009. Etika Politik Pendidikan Agama Islam,
Jakarta: Kencana.
Wahyun, Andik. 2011. Consep
Civil Society dalam Perpesktif Manajemen Pendidikan Islam, Surabaya: Unipdu
Press.
Winarno, Surakhmad, 2003,
Mengurai Benang Kusut Pendidikan, Jakarta: Transformasi UNJ.
http://izzaucon.blog.uns.ac.id/2011/04/20/makalah-demokrasi-pendidikan-2/ diakses
pada tanggal 6 Oktober 2013 pukul11.30.
[1].Andik Wahyun muqayiddin, Consep Civil Society dalam Perpesktif
Manajemen Pendidikan Islam, (Surabaya: Unipdu Press, 2011), 30.
[2].http://izzaucon.blog.uns.ac.id/2011/04/20/makalah-demokrasi-pendidikan-2/
diakses pada tanggal 6 oktober 2013 pukul 11.30.
[3].Ibid.
[4].Ibid,.
[5]Isrofil Amar, Etika
Politik Pendidikan Agama Islam,(Jakarta: Kencana, 2009),1
[6].Ibid.,2
[7].Winarno
Surakhmad, Mengurai Benang Kusut Pendidikan, (Jakarta: Transformasi UNJ,
2003), 65
[8].Ibid.,66.
[9].Andik Wahyun
muqayiddin, consep civil society dalam perpesktif manajemen pendidikan islam,
152.
0 Response to "Makalah: Keadaan Demokrasi, Ham, Dan Civil Society Dalam Pendidikan Nasional"
Posting Komentar