Makalah: Ijab Qabul Melalui Alat Elektronik
Senin, November 14, 2016
Add Comment
Ijab Qabul Melalui Alat
Elektronik
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Canggihnya Alat Komunikasi
Pada Zaman Sekarang membuat segala cara untuk menempuh sesuatu yang diinginkan
bisa ditempuh dengan cara cepat. Seperti yang akan dibahas pada makalah ini
yaitu Ijab Qabul (menikah) dengan alat elektronik. Kita semua mengetahui bahwa
Alat Elektronik itu banyak, seperti Handphone
(HP) , Komputer , Internet dan ada juga teleconfrence. Akan tetapi , jika
muncul Fenomena sesuai judul di atas , bagaimana kita harus menghukumi hal itu.
Kita semua mengetahui
bahwa sebuah pernikahan adalah hal yang sakral. Pernikahan
merupakan Mitsaq al – ghalizh (tali perjanjian yang kuat dan kokoh),
bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Dilihat dari fungsinya,
pernikahan merupakan satu – satunya cara yang sah untuk mendapatkan keturunan
dan menyalurkan kebutuhan biologis, di samping meningkatkan ketaqwaan seseorang
kepada Allah SWT.
Menikah bukan sekedar formalisasi
pemenuhan kebutuhan biologis semata. Lebih dari itu pernikahan adalah
Syari’atun azhimatun ( Syariat Yang Agung ) yang dimulai sejak Nabi Adam yang
saat itu dinikahkan dengan Hawa oleh Allah SWT. Pernikahan adalah sunah Rasul,
karenanya ia merupakan bentuk ibadah bila dimotivasi oleh sunah Rasul itu. Pernikahan merupakan bentuk ibadah Muqayyadah,
artinya ibadah yang pelaksanaannya diikat dan
diatur oleh ketentuan syarat dan rukun. Oleh karena itu tidak
mudah menentukan hukum yang belum pernah diatur.
B.Rumusan Masalah
1.Apakah hukum Ijab Qabul
(Pernikahan) dengan alat elektronik ?
C.Tujuan Makalah
1.Mahasiswa Mengetahui
Hukum Ijab Qabul (Menikah) dengan alat elektronik
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Ijab Qabul ( Pernikahan )
Di dalam pernikahan,
terdapat beberapa rukun-rukun pernikahan yang harus terpenuhi. Salah satunya
yaitu Ijab Qabul. arti ijab ialah ucapan
menikahkan lisan oleh wali pengantin perempuan. Sedangkan Qabul ialah
penerimaan (penjawaban) yang dilisankan oleh pengantin lelaki.
Dalam hukum islam sebagaimana terdapat
dalam kitab Fiqih akad pernikahan itu bukanlah sekadar perjanjian yang bersifat
keperdataan. Ia dinyatakan sebagai perjanjian yang kuat yang disebut dalam
al-Qur’an dengan ungkapan ميثاقا غليظا
yang mana perjanjian itu bukan hanya disaksikan oleh dua orang saksi yang
ditentukan atau orang bnyak yang hadir pada waktu berlangsungnya akad Pernikahan,
tetapi juga disaksikan oleh Allah SWT.
Ulama’ sepakat menempatkan Ijab dan
Qabul itu sebagai rukun Pernikahan . untuk sahnya suatu akad perkawinan disyaratkan
beberapa syarat. Diantara syarat Akad Nikah tersebut ada yang disepakati oleh
ulama’ dan diantaranya diperselisihkan oleh ulama’. Syarat-syarat tersebut
adalah sebagi berikut :
1.Akad harus dimulai dengan Ijab dan
dilanjutkan dengan Qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak perempuan kepada
laki-laki seperti ucapan wali pengantin perempuan : “Saya nikahkan anak saya
yang bernama si A kepadamu dengan Mahar sebuah kitab al-Qur’an.” Qabul adalah
penerimaan dari pihak laki-laki. Seperti ucapan mempelai laki-laki “saya terima
menikahi anak bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab al-Qur’an”.
2.Materi dari Ijab dan Qabul tidak
boleh berbeda, seperti nama si Perempuan secara lengkap dan bentuk mahar yang
disebutkan
3.Ijab dan Qabul harus diucapkan
secara bersambungan tanpa terputus walaupun sesaat. Ulama’ malikiyah
memperbolehkan terlambatnya ucapan Qabul dari ucapan Ijab, bila keterlambatan
itu hanya waktu yang pendek.
4.Ijab qabul tidak boleh dengan
menggunakan ungkapan yang bersifat membatasi masa berlangsungnya pernikahan,
karena pernikahan itu ditujukan untuk selama hidup.
5.Ijab dan qabul mesti menggunakan
lafaz yang jelas dan terus terang[1].
B.Syarat Ijab Qabul
1.Kedua belah pihak sudah tamyiz (bisa membedakan benar dan
salah). Bila salah satu pihak ada yang gila atau masih kecil, maka pernikahan
dinyatakan tidak sah.
2.Ijab Qabulnya dalam satu majelis. Yaitu ketika mengucapkan ijab
qabul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap ada
penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab dan qabul.
3.Hendaknya ucapan qabul tidak menyalahi ucapan ijab, kecuali kalau
lebih baik dari ucapan ijabnya sendiri yang menunjukkan pernyataan
persetujuannya lebih tegas. Misalnya, jika pengijab mengucapkan:"Aku
kawinkan kamu dengan anak perempuanku si Anu dengan mahar Rp.100,- lalu qabul
menyambut:"Aku terima nikahnya dengan Rp.200,- maka nikahnya sah, sebab
qabulnya memuat hal yang lebih baik (lebih tinggi nilainya) dari yang
dinyatakan pengijab.
4.Pihak-pihak yang melakukan aqad harus dapat mendengarkan pernyataan
masing-masingnya dengan kalimat yang maksudnya menyatakan terjadinya
pelaksanaan aqad nikah, sekalipun kata-katanya ada yang tidak dapat dipahami,
karena yang dipertimbangkan di sini ialah maksud dan niat, bukan mengerti
setiap kata-kata yang dinyatakan dalam ijab dan qabul.
C.Hukum Ijab Qabul (Pernikahan) dengan alat elektronik
Sebagai pijakan awal dari
masalah ini perlu dijelaskan terlebih dulu syarat-rukun nikah yang menentukan
sah-tidaknya suatu akad nikah, yaitu: adanya calon suami dan calon istri yang
saling rela, lafal ijab dan qabul yang jelas, 2 orang saksi yang adil dan wali
dari calon istri.
Seperti termaktub
dalam kitab Tanwir Al – Qulub, At – Tanbih, dan Kifayah Al-Akhyar, akad
pernikahan hanya dianggap sah jika dihadiri mempelai laki-laki, seorang wali
dan di tambah minimal dua orang saksi yang adil.
Pengertian “ dihadiri “ di sini,
mengharuskan mereka secara fisik (jasadnya) berada dalam satu majlis. Hal
itu untuk mempermudah tugas saksi dan pencatatan. Sehingga kedua mempelai yang
terlibat dalam akad tersebut pada saat yang akan tidak mempunyai peluang untuk
mengingkarinya.
Karenanya, akad nikah lewat telepon
dan internet tidak mendapat pembenaran dalam fiqih. Sebab tidak dalam satu
majlis dan sangat sulit dibuktikan.
Di masa dulu, akad nikah (
ijab dan qabul ) barangkali bukanlah sesuatu yang penting dibicarakan karena
mungkin belum ada cara lain selain hadir di majlis yang telah disepakati. Sekarang fenomena itu menjadi menarik mengingat
intensitas aktivitas manusia semakin tinggi dan semakin tidak terbatas,
sementara kecanggihan alat komunikasi memungkinkan manusia menembus semua batas
dunia dengan alat semacam internet, telepon, faks dan lain – lain. Bagi orang
yang sibuk dan terpisah oleh ruang dan waktu tertentu, alat itu dipandang lebih
praktis dan efisien termasuk untuk melangsungkan prosesi akad nikah dalam hal
ini ijab dan qabul.
Dilihat dari kelazimannya,
penggunaan internet untuk komunikasi adalah menu e – mail dan chating yang
secara esensial sama dengan surat, yaitu pesan tertulis yang dikirimkan.
Bedanya hanya media yang digunakan untuk menulis pesan. Kalau surat ditulis
pada kertas dan memakan waktu yang relative lama untuk sampai tujuan sedangkan
e – mail dan chating menggunakan computer yang dengan kecanggihannya dapat
langsung diakses dan dijawab seketika itu oleh orang yang dituju.
Dalam hadist yang
diriwayatkan oleh ad-Daruquthniy, ibnu majah dan ahmad dari ibnu abbas dan
Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda yang maknanya: tidak sah nikah tanpa wali
yang cerdas dan dua orang saksi yang adil.
Jumhur (mayoritas) ulama’
menjadikan hadist ini sebagai dasar diwajibkannya saksi dan wali dalam akad
nikah. Tetapi madzhab hanafi tidak mensyaratkan sahnya pernikahan dengan
wali. Menurut mereka wanita yang sudah baligh dan berakal sehat boleh
menikahkan dirinya sendiri, atau anak perempuanya, atau pun menjadi wali dalam pernikahan. Pendapat ini didasarkan
pada pemahaman, bahwa kata laa (tidak) dalam hadist nabi
terkait hal ini bermakna tidak sempurna, bukan tidak sah, apalagi kesahihan
hadist tersebut diperselisihkan sehingga kekuatanya sebagai dalil juga layak dipersoalkan.
Jika kaitannya
dengan akad nikah, yang menjadi persoalan adalah proses prosedur Ijab Qabul
(Akad) dengan alat Elektronik. Para fuqaha’ (ulama’ fiqih) sepakat,
bahwa akad nikah dapat diwakilkan pada orang lain. Pernikahan melalui wakil ini
sudah ada zaman rasulullah saw. Dalam hadist riwayat Abu Dawud dari ‘Uqbah bin
‘amr dikatakan. bahwa rasulullah saw bertanya kepada seorang lelaki : apakah
kamu rela aku nikahkan dengan fulanah? Lelaki itu menjawab: aku rela. Kemudian
Rasulullah saw bertanya kepada fulanah: apakah kamu rela aku nikahkan dengan
lelaki itu? Dia menjawab: aku rela. Maka Rasulullah saw menikahkan
mereka.
Para fuqaha’ (ulama’
fiqih) juga sepakat, bahwa orang yang dapat hadir dalam majelis akad nikah,
tidak sah melakukan akad nikah dengan surat itu jelas meskipun surat itu jelas
dan dapat dipahami. Akan tetapi Menurut Ulama’ Hanafiyah bahwa akad Nikah (
Ijab Qabul ) Via Telfon atau Internet itu sah dilakukan karena mereka
menyamakan dengan akad nikah yang dilakukan dengan surat , karena surat
dipandang sebagai Khitab (al-Khitab min al ghaib bi manzilah khitab min al –
hadir ) dengan Syarat dihadiri dua saksi.
Para fugaha’ juga sepakat, bahwa akad nikah itu harus
dilangsungkan dalam satu majelis, tetapi mereka berbeda pendapat tentang
permaknaan satu majelis tersebut. Madzhab Syafi’I misalnya, berpendapat
bahwa yang dimaksud satu
majelis itu adalah secara fisik, yakni semua yang berakad harus berbeda dalam
satu ruangan tertentu yang dapat saling berhadapan dan saling memandang. Hal
ini dimaksudkan agar kedua belah pihak dapat saling mendengar dan memahami
secara jelas ijab dan qabul yang mereka ucapkan. Sementara ulama’ madzhab
hanbali misalnya, memaknai satu majelis tersebut tidak secara fisik
melainkan non fisik, yakni yang terpenting dalam akad nikah adalah berlangsung
dalam satu waktu.
Dari pendapat ini dapat dikaitkan kemasalah
akad nikah via telepon, handphone (HP) atau alat komunikasi yang lain. Dalam
perspektif (hanbali) atas semuanya terjadi dalam satu waktu dan dengan bahasa
dan suara yang dapat dipahami oleh yang berakad dan para saksi, maka pernikahan tersebut sah
hukumnya.tetapi hal ini sebaiknya hanya dilakukan jika keadaanya terpaksa saja.
Sebab walaupun nikahnya sah, tetapi nuansa sakralnya pernikahan dan nilai
berkahnya majlis akad nikah akan berkurang dan berbeda dengan akad nikah yang
dilaksanakan dalam satu majelis secara
fisik sebagai mana lazimnya
pernikahan konvensional.
Mengenai jabat tangan antara wali atau penghulu
dengan calon suami ketika akad nikah, sepanjang penulusaran saya tidak ada
dalil yang dapat durujuk secara eksplisif. Tetapi kalau hadist-hadist tentang
jabat tanggan cukup banyak ditemukan, antara lain sebuah hadist yang diriwayatkan Abu dawud dari Al Barra’ RA, bahwa
rasulullah saw bersabda (yang maknanya: jika ada dua orang muslim bertemu dan
bersalaman, mala Allah pasti mengampuni mereka sampai mereka berpisah)
Begitu juga tentang jabat
tanggan dalam baiat (janji setia), terdapat hadistshohih yang diriwayatkan oleh
muslim, bahwa Rasulullah saw bersabda yang maknanya : (siapa yang membaiat
seorang imam sambil memberi jabat tangannya, maka hendaknya dia mentaati
semampunya. Jika datang pihak yang menyerang, hendaklah dia
memukul tengkuk yang menyerang itu.)
Jadi walaupun secara
eksplisif tidak terdapat dalil tentang jabat tangan dalam akad nikah, sehingga
tidak dapat dihukumi wajib atau harus, tradisi jabat tangan tersebut amal
positif karena disamping dapat ampunan Allah swt, juga dapat mempengarui dan
memperkokoh ikatan psikologis kedua belah pihak yang berakad layak nya mereka
sedang berbaiat[2].
Oleh karena itu, Meskipun penggunaan telephon dan internet untuk melakukan
akad nikah jarak jauh ada yang memperbolehkan namun pendapat itu banyak
ditentang oleh jumhur al – ulama’ mengingat pernikahan memiliki nilai yang
sangat sacral dan bertujuan mewujudkan rumah tangga sakinah,mawaddah dan rahmah
bahkan tatanan social yang kukuh. Oleh karena itu pelaksanaan akad nikah harus di
hadiri oleh yang bersangkutan secara langsung dalam hal ini mempelai laki
–laki, wali dan minimal dua saksi.
Selain itu terdapat
kelemahan /kekurangan dan keraguan dalam memenuhi rukun-rukun nikah dan
syarat-syaratnya sebagaimana diuraikan diatas, juga berdasarkan dalil-dalil
syara’ sebagai berikut:
1.Nikah itu termasuk
ibadah. Karena itu, pelaksanaan nikah harus sesuai dengan tuntunan al-Qur’an
dan sunnah nabi yang shahih, berdasarkan kaidah hukum:
الاصل
فى العبادة حرام
“Pada dasarnya, ibadah itu haram”
Artinya, dalam masalah ibadah, manusia tidak
boleh membuat-buat (merekayasa aturan sendiri).
2.Nikah
merupakan peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dan itu
bukanlah sembarangan akad, tetapi merupakan akad yang mengandung sesuatu yang
sacral dan syiar islam serta tanggungjawab yang berat bagi suami istri,
sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surat nisa’ ayat : 21
Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil
dari kamu Perjanjian yang kuat.
3.Nikah lewat telepon mengandung risiko tinggi
berupa kemungkinan adanya penyalahgunaan atau penipuan (gharar/khida’),
dan dapat pula menimbulkan keraguan (confused atau syak), apakah telah dipenuhi
atau tidak rukun-rukun dan syarat-syarat nikahnya dengan baik. Dan yang
demikian itu tidak sesuai dengan hadist Nabi/kaidah fiqih
لا
ضرر ولا ضرارا
Tidak boleh membuat mudarat kepada diri
sendiridan kepada orang lain.
Dan hadis Nabi
دعما
يريبك الا مالا يريبك
Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan engkau,
(berpeganglah) dengan sesuatu yang tidak meragukan engkau.
درء
المفاسد مقدم على جلب المصالح
Menghindari mafsadah (resiko) harus didahulukan
atas usaha menarik (mencari) maslahah
Dengan demikian akad nikah melalui
media komunikasi (internet, telepon,faks dan lain-lain) tidaklah sah, karena tidak
dalam satu majlis dan sulit dibuktikan. Di samping itu sesuai dengan pendapat Malikiyah,
Syafi;iyah dan Hanabilah yang menyatakan tidak sah akad nikah dengan surat
karena surat adalah kinayah.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1.Hukum Ijab Qabul dengan
menggunakan Alat Elektronik adalah tidak sah karena menyalahi syarat-syarat dan
rukun yang harus dilakukan. Serta dapat mengandung resiko yang tinggi akan
penyalahgunaan dan penipuan.
Daftar Pustaka
Zahro Ahmad, 2012 , Fiqh
Kontemporer, Jombang Jawa Timur, Unipdu Press
Syarifudin Amir, 2011, Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia, Jakarta, Kencana Predana Media Group
[1]Syarifuddin Amir, Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2011) 62
[2]Zahro Ahmad , Fiqh
Kontemporer ( Jombang , Jawa timur : Unipdu Press , 2012) 167-169
0 Response to "Makalah: Ijab Qabul Melalui Alat Elektronik"
Posting Komentar