Makalah: Mudharabah
Senin, November 14, 2016
Add Comment
MUDHARABAH
BAB I
A.Pengertian Mudharabah
Mudharabah
atau qirad termauk salah satu betuk akad syirkah (pengongsian). Istilah
mudharabah digunakan oleh orang Irak, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan
istilah qiradh. Dengan demikian, mudharabah dan qirad adalah dua istilah untuk
maksud yang sama.
Menurut bahasa
, qirad (القراض)
diambil dari kata القرض
yang berarti طع الق
(potongan) , sebab pemilik memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan
kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan pengusaha akan
memberikan potongan dari laba yang diperoleh.[1]
Mudharabah
(bagi hasil) berasal dari kata الضرب yang berarti bepergian atau berjalan (untuk urusan dagang ).
Allah berfirman dalam surat al-Muzammil Ayat 20.
واخرون
يضربون في الارض يبتغون من فضل الله .... المزمل ...
Dan yang lain
berjalan dibumi mencari sebagian karunia Allah........ (Q.S.al-muzzammil/73:20).[2]
B.Landasan Hukum
Ulama fiqih
sepakat bahwa mudharabah diisyaratkan dalam islam berdasarkan al-Quran ,as-Sunnah,
ijma’,dan qiyas.
1.al-Qur'an
Ayat- ayat
yang berkenaan dengan mudharabah antara lain:
“Dan
orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah.”
“Apabila telah
ditunaikan shalat, bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah.”
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia
(rezeki hasil perniagaan) dari Tuhan-Mu.”
2.as-Sunnah
Diantara
hadist yang berkaitan dengan mudharabah adalah hadist yang diriwayatkan oleh
Ibn Majah dari Shuhaib bahwa Nabi SAW,bersabda:
“Tiga perkara
yang mengandung berkah adalah jual beli yang ditangguhkan, melakukan qiradh
(member modal kepada orang lain) dan yang mencampurkan gandum dengan jelas
untuk keluarga, bukan untuk diperjualbelikan.”
Dalam hadist
yang lain diriwayatkan oleh thabrani dari Ibn Abbas Ibn Abdul Muthalib jika
memberikan harta untuk mudharabah, dia mensyaratkan kepada pengusaha untuk
tidak melewati lautan, menuruni jurang, dan membeli hati yang lembab. Jika
melanggar persyaratan tersebut, ia harus menaggungnya. Persyaratan tersebut
disampaikan kepada Rasulullah SAW. Dan beliau membolehkannya.
3.Ijma’
Diantara ijma’
dalam mudharabah. Adanya riawayat yang menyatakan bahwa jemaah dari sahabat
menggunakan harta anak yatim untuk mudharabah. Perbuataan tersebut tidak
ditentang oleh sahabat lainnya.
4.Qiyas
Mudharabah
diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang untuk mengelola kebun).
Selain diantara manusia, ada yang miskin dan ada pula yang kaya. Disatu sisi,
banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Disisi lain, tidak
sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan
demikian, adanya mudharabah ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan
kedua golongan diatas yakni untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi
kebutuhan mereka.
B.Hukum Mudharabah
Hukum
mudharabah terbagi menjadi dua, yaitu mudharabah sahih dan mudharabah fasid.
Kedua jenis mudharabah ini akan menjelaskan dibawah ini.
1.Hukum Mudharabah Shahih
Hukum
mudharabah shahih yang tergolong shahih cukup banyak, diantaranya berikut ini.
a).Tanggung Jawab Penguasa
Ulama fiqih
telah sepakat bahwa pengusaha bertanggung jawab atas modal yang ada
ditangannya, yakni sebagai titipan. Hal ini karena kepemilikan modal tersebut
atas seizin pemiliknya. Apabila pengusaha beruntung ia memiliki hak atas laba
secara bersama-sama dengan pemilik modal.
b).Taasharruf Pengusaha
Hukum tentang
tasharruf pengusaha berbeda-beda bergantung pada mudharabah mutlak atau
terikat.
1). Pada mudharabah mutlak
Menurut ulama
hanafiyah, jika mudharabah mutlak, maka pengusaha berhak untuk beraktivitas
dengan modal tersebut yang menjurus kepada pendapatan laba, seperti jual beli.
Begitu pula penguasaha dibolehkan untuk membawa modal tersebut dalam suatu
perjalanan dengan maksud untuk mengusahakan harta tersebut.
Beberapa hal
yang perlu dilakukan oleh pengusah adalah:
(a).Pengusah
hanya boleh mengusahakan modal setelah ada izin yang jelas dari pemiliknya.
(b).Menurut
ulama Malikiyah, pengusaha tidak boleh membeli barang dagangan melebihi modal
yang diberikan kepadanya.
(c).Pengusaha
tridak membelanjakan modal selain untuk mudharabah, juga tidak boleh
mencampurkannya dengan harta miliknya atau harta milik orang lain.
2.Hukum Mudharabah Fasid
Salah satu
contoh mudharabah fasid adalah mengatakan “Berburulah dengan jarring saya dan
hasil buruannya dibagi di antara kita“. Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan
Hanabilah berpendapat bahwa pernyataan termasuk tidak dapat dikatakan
mudharabah yang sahih karena pengusaha (pemburu) berhak mendapatkan upah atas
pekerjaanya, baik ia mendapatlkan buruan atau tidak.
Hasil yang
diperoleh pengusaha atau pemburu diserahkan kepada pemilik harta (modal),
sedangkan pemburu tidak memiliki hak sebab akadx fasid. Tentu saja, kerugian
yang ada pun ditanggung sendiri oleh pemilik modal, Namun jika modal rusak atau
hilang, yang diterima adalah ucapan pengusaha dengan sumpahnya. Pendapat ulama
Syafi’iyah dan hanabilah dan hampir sama dengan pendapat ulama Hanafiyah.
Beberapa hal
lain dalam mudharabah fasid yang mengharuskan pemilik modal memberikan upah
kepada pengusaha, antara lain:
a.Pemilik
Modal memberikan syarat kepada pengusaha dalam membeli, menjual, memberi atau
mengambil barang.
b.Pemilik
modal mengharuskan pengusaha untuk bermusyawarah sehingga pengusaha tidak
bekerja, kecuali atas seizinnya.
c.Pemilik
modal memberikan syarat kepada pengusaha agar mencampurkan harta modal tersebut
dengan harta orang lain atau barang lain miliknya.[3]
C.Status Hukum dan Klasifikasi Mudharabah
1.Rukun
dan Syarat Mudarabah
a).Ada enam rukun dalam mudharabah menurut
ulama’ syafi’iyah yaitu:
1).Pemilik barang (modal) yang menyerahkan
barangnya untuk modal usaha
2).Pengelola barang yang diterima dari pemilik
barang
3).Akad mudarabah (dilakukan oleh pemilik
barang dengan pemilik barang)
4).Harta pokok atau modal
5).Pekerjaan pengelolaan harta sehingga
menghasilkan keuntungan
6).Keuntungan[4]
b).Menurut Madzhab Hanafi rukun mudharabah itu
ada dua yaitu Ijab dan Qobul.
c).Sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun
mudharabah ada tiga macam yaitu
1).Adanya pemilik modal dan mudhorib,
2).Adanya modal, kerja dan keuntungan,
3).Adanya shighot yaitu Ijab dan Qobul.[5]
d).Menurut Sayyid Sabiq, rukun mudharabah
adalah ijab dan qabul yang keluar dari orang yang memiliki keahlian.
Adapun syarat mudharabah yang
berhubungan dengan rukun-rukun mudarabah adalah sebagai berikut:
a).Barang (modal) yang diserahkan kepada pelaku
usaha berbentuk uang tunai. Barang modal yang berbentuk bukan uang tunai tidak
diperbolehkan (batal)
b).Bagi mereka yang melakukan akad mudharabah
disyaratkan mampu melakukan tasaruf (menyerahkan/ mengembalikan)
c).Keuntangan dari hasil usaha yang akan
menjadi hak milik pengelola dan pemilik modal harus jelas pembagian prosentasenya
sesuai kesepakatan
d).Modal harus diketahui secara jelas. Hal ini
dimaksudkan agar dapat dibedakan antara modal yang diperdagangkan dengan
keuntungan (laba) dari perdagangan tersebut yang akan dibagikan kepada kedua
belah pihak sesuai dengan akad yang telah disepakati
e).Pemilik modal harus melafalkan ijab,
seperti: aku serahkan modal uang ini untuk kepadamu untuk usaha(dagang).
Apabila dari usaha tersebut ada keuntungan, laba dibagi dua dengan presentase
yang telah disepakati
f).Pelaku (pengelola) usaha menyatakan
kesediaannya untuk mengelola modal dari pemilik modal
g).Pemilik modal tidak diperbolehkan mengikat
pengelola untuk untuk berdagang dinegara tertentu, memperdagangkan
barang-barang tertentu, dan pada waktu-waktu tertentu
h).Mudarabah harus dilakukan sesama muslim yang
diperbolehkan bertindak. Menurut abu bakr jabir al-jaziri, mudharabah boleh
dilakukan antara orang muslim dan orang kafir dengan syarat modal dari orang
kafir danorang yang bekerja (pengelola) orang muslim. Hal tersebut dikarenakan
orang kafir tidak dapat dijamin meninggalkan interaksi dengan riba
i).Pengelola modal tidak diperbolehkan
melakukan mudharabah dengan orang lain apabila merugikan pemilik modal, kecuali
jika pemilik modal mengizinkannya, mengingat menimpakan kerugian kepada sesama
kaum muslim diharamkan
j).Keutungan tidak dibagi selama akad masih
berlangsung, kecuali apabila kedua belah
pihak rela dan sepakat melakukan pembagian keuntungan.
2.Beberapa hal penting dalam mudarabah
Selain rukun dan syarat mudarabah diatas, ada
beberapa hal penting yang perlu diperhatikan bagi pengelola modal dengan sistem
mudarabah (khususnya yang berhubungan pihak bank), yaitu sebagai berikut:
a.Pengelola
mududarabah sebaiknya diberikan (dipercayakan) kepada masyarakat atau pengusaha
yang sangat membutuhkan modal usaha
b).Pengelola modal hendaknya merencanakan
terlebih dahulu secara matang mengenai hal-hal yang berkaitan dengan usaha yang
hendak dijalankan, seperti jenis bidang usaha, tempat usaha, lokasi usaha,
pangsa pasar jelas dan jumlah biaya yang dibutuhkan untuk membuka sebuah usaha
c).Pengelola modal perlu mempelajari
administrasi yang sederhana (praktis) mengenai pengelolaan usaha yang sedang
ditekuninya sehingga unsur kejujuran dapat terbaca oleh bank
d).Pengelola modal perlu menyadari bahwa uang
yang akan dipinjam sebagai modal usaha merupakan uang milik umat. Oleh karena
itu, peminjam perlu mengusahakan dan memanfaatkan modal tersebut dengan
tersebut dengan benar sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
e).Pengelola modal dalam menyicil dan membagi
hasil harus tepat pada waktunya sesuai dengan akad yang telah ditetapkan.
D.Pembagian Mudharabah
Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua
macam yaitu
1.Mudharabah
muthlaqoh
Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan
keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut
dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap
bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan
usaha normal yang sehat (uruf).
2.Mudharabah
muqoyyadah.
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan
pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu,
tempat, jenis usaha dan sebagainya[6]
E.Batal (fasakhnya) Mudharabah
Mudharabah dianggap batal pada hal berikut:
1.Pembatalan, Larangan Berusaha dan Pemecatan
Mudhaabah menjadi batal denan adanya pembatalan
mudharabah, larangan untuk mengusahakan (tasharruf), dan pemecatan.yakni orang
yang melakukan akad mengetahui pembatalan dan pemecatan tersebut, serta modal
telah diserahkan ketika pembatalan atau larangan. Akan tetapi, jika pengusaha
tidak mengetahui bahwa mudharabah tidak dibatalkan, pengusaha (mudharib)
dibolehkan untuk tetap mengusahakannya.
2.Salah Seorang Aqid Meninggal Dunia
Jumhur ulama berpendapatbahwa mudharabah batal,
jika salah seorang aqid meniggal dunia, baik pemilik modal ataupun pengusaha.
Hal ini karena mudharabah berhubungan dengan perwakilan yang akan batal dengan
meningglnya wakil atau yang mewakilkan. Pembatalan tersebut dipandang sempurna
dan sah, baik diketahui salah seorang yang melakukan akad atau tidak.
Ulama Malikiyyah berpendapat bahwa mudharabah
tidak batal dengan meninggalnya salah seorang yang melakukan akad, tetapi dapat
diserahkan kepada ahli warisnya, jika dapat dipercaya.
a).Salah Seorang Aqid Gila
Jumhur ulama berpendapatbahwa gila membatalkan
mudharabah, sebab gila atau sejenisnya membatalkan keahlian dalam mudharabah.
b).Pemilik Modal Murtad
Apabila pemilik modal murtad (keluar dari
Islam) atau terbunuh dalam keadaan murtad, atau bergaabung dengan musuhseta
telah diputuskan oleh hakim atas pembelotanya, menurut pendapat Abu Hanifah,
hal itu membatalkan mudharabah sebab bergabung dengan musuhsma saja dengan
mati, Hal itu menghilangkan keahlian dalam kepemilikan harta, dengan dalil
bahwa harta orang murtad dibagikan diantara para ahli warisnya.
c).Modal Rusak di Tangan Pengusaha
Jika harta rusak sebelum dibelanjakan,
mudharabah menjadi batal. Hal ini karena modal harus dipegang oleh pengusaha.
Jika modal rusak, mudharabah batal. Begitu pula mudharabah dianggap rusak
jikamodal diberikan kepada orang lain atau dihabiskan sehinggatidak tersisa
untuk diusahakan.[7]
Menurut sayyid sabiq, mudharabah menjadi fasakh
(batal) karena beberapa hal berikut:
1.Syarat sah mudarabah tidak terpenuhi
2.Pelaksana modal (pelaku usaha) bersengaja
tidak melakukan tugas sebagaimana mestinya dalam memelihara modal. Dengan kata
lain, melakukan perbuatan yang bertentangan dengan tujuan akad
3.Pelaksana modal (pelaku usaha) meninggal
dunia atau sipemilik modalnya. Apabila salah satu meninggal dunia, mudarabah
menjadi fasakh (batal).[8]
F.Hikmah
1.Memberi keringanan antar sesama
Tercipta kerjasama antara modal dan kerja.
[1]H.
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2001), 223.
[2]M. Rizal
Qosim, Pengamalan Fikih (Solo: Tiga serangkai Pustaka Mandiri, 2009), 117.
[3]H.
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2001), 223.
[4]M. Rizal
Qosim, Pengamalan Fikih (Solo:
Tiga serangkai Pustaka Mandiri, 2009), 118.
[5]http://www.koperasisyariah.com/definisi-mudharabah/.
Diaskes tanggal 28 September 2013.
[6]http://www.koperasisyariah.com/definisi-mudharabah/.
Diaskes tanggal 28 September 2013.
[7]H.
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2001), 238.
[8]M. Rizal
Qosim, Pengamalan Fikih, Solo, Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2009, hlm. 118-119
0 Response to "Makalah: Mudharabah"
Posting Komentar